Sabtu, 11 April 2015

Rifai dan Putri
••••

~~Rifai Prasetya~~
~~Putri Wulandari~~

Aku mencoba untuk tersenyum, J kau lihat? Aku harap kau melihatnya. Kenapa kau pergi begitu cepat? Kenapa kau tega meninggalkanku seperti ini, apa kau tidak sayang lagi kepadaku? Aku selalu menunggumu disini, di tempat biasa kita sering berduaan, di tempat pertama kali kita bertemu. Aku selalu menunggumu disini berharap kau kembali.

Kata-kata itu, selalu terucap dari mulutnya. Seorang lelaki yang telah di tinggal pergi oleh kekasihnya. Rifai~~

#FlashBack
“Let’s go bro, kita berangkat!” ucap Deni dengan penuh semangat sembari menarik tanganku untuk segera berangkat menuju tempat konser berlangsung.
“okeh! Caw kita berangkat menuju tempat tujuan.” sahut Rifai membalas semangat Deni, seraya mengangkat tas kecil tepat disampingnya.

Tentu, mereka berdua akan menuju tempat di mana di adakannya konser band kesukaan mereka. Tepat di alun-alun kota dimana mereka tinggal. Hanya saja mereka harus berkumpul di tempat dimana para fans dari band itu berkumpul kemudian bergabung bersama mereka. Hanya perlu berjalan kaki beberapa menit dari rumah, dan sampailah mereka di sana.

Sesampainya mereka disana, mereka semua langsung berangkat menuju lampu merah terdekat untuk nebeng di mobil yang mereka temui. Hanya perlu sedikit usaha kecil untuk ikut dengan mobil-mobil yang melintas di jalan itu.

Sepanjang perjalanan mereka bernyanyi lagu-lagu dari band yang ingin mereka tonton, maaf tak bisa menyebutkan nama band ini untuk kalian, tapi kalian bisa menyebutnya X Band agar terdengar lebih enak. Dan akhirnya mereka sampai di ujung perjalanan. Tak ada tiket masuk untuk konser kali ini jadi mereka semua bebas masuk.

Kali ini kelompok mereka berada paling depan karena mereka semua datang beberapa jam sebelum konser dimulai. Jarum jam terus berputar semua penggemar dari X Band mulai berkumpul Seluruh lapangan di penuhi menjadi lautan manusia. Spanduk bertuliskan X Band mulai di kibarkan, tentu kelompok merekapun tak kalah juga membawa semua atribut tentang X Band ini.

“kita tak boleh terpisah dari kelompok, agar tak terjadi sesuatu hal yang tidak di inginkan, dan jika terpisah berkumpullah di taman dekat sini agar kami bisa jemput kalian yang terpisah.” Ujar ketua kelompok mereka, Johan. Johan memang dikenal sebagai ketua kelompok yang ramah, bertanggung jawab atas kepemimpinannya, dia selalu mendahulukan kepentingan bersama di atas kepentingannya sendiri.
“siap pak boss!” suara seseorang salah satu dari kelompok dan di ikuti oleh teman-teman lain.

Konser pun dimulai, lagu andalan mereka bergema memenuhi telinga mereka, yang membuat semangat mereka terus bergejolak tak henti. 1 lagu, 2 lagu, 3 lagu dan terus mereka semua menikmati nya. Rifai pun sangat menikmatinya, terus bernyanyi melupakan beban dihati, itulah yang dia rasakan. Tanpa disadari  Rifai terpisah dari kelompok. Berusaha untuk menemukan mereka? akan terasa itu mustahil di tempat seramai ini.
“mungkin aku akan cari mereka setelah konser usai.” Ucap Rifai dalam hati.

Tiba pada akhirnya konser selesai, matahari sudah hampir tak menampakan wajahnya. Dan Rifai teringat ucapan Ka Johan ketua kelompok mereka untuk segera berkumpul jika terpisah. Kakinya mulai melangkah menuju taman di dekat area konser.

Semua berawal dari sini, di mana mereka bertemu untuk pertama kalinya, disebuah jalan raya dengan lampu-lampu yang telah menerangi jalan yang mulai diselimuti gelap.

“ah perjalanan terasa jauh, padahal kan Cuma beberapa tikungan lagi.” Ungkapnya dengan nada lemah karena capek setelah menghadiri acara konser.
Dengan sedikit sisa tenaga yang Rifai miliki, Rifai pun terus memaksakan untuk berjalan. Mentari sudah tak menampakan wujudnya, kini langit sudah berganti dengan jutaan bintang di langit yang menghiasi setiap langkahnya, dengan didampingi sinar bulan.

Handphone Rifai tiba-tiba bergetar dengan nada dering yang khas menandakan ada sebuah pesan singkat masuk di handphonenya.
“sob elu ada di mana? Kita smua udah nungguin elu di sini nih?” pesan itu dari Deni, sahabat lamanya yang senan tiasa selalu bersamanya sejak kecil hingga sekarang mereka beranjak dewasa.
“ah sial, pulsa gue pake habis segala. Kaga bisa ngapa-ngapain deh gue, Cuma bisa melongo liat pesan.” Umpatan kecil keluar dari mulut Rifai yang ditunjukan untuk handphone yang di genggamnya. “ah ini juga dompet gue pake acara ketinggalan dirumah segala, kaga ada duit satu rupiah pun yang nyelip apa?” Lanjutnya.

Di ujung jalan nampak terlihat sosok perempuan dengan rambut yang diikat ekor kuda dengan motor matic di sampingnya yang terlihat agak kebingungan. Dengan tanpa ragu terasa ada tenaga yang baru saja datang kepada dirinya Rifai menghampiri perempuan itu bermaksud untuk membantu jika perempuan itu membutuhkan pertolongan.

“Hey, kau kenapa sepertinya dari kejauhan aku lihat agak kebingungan?” ujar Rifai kepada wanita sebaya itu. Namun wanita itu menunjukan sikap waspada yang sangat tinggi.
“jangan takut, aku tidak bermaksud jahat. Aku pun sebenarnya bukan orang sini namun jika kau bertanya kenapa aku disini? Yah aku jawab, karna aku selesai menonton konser X Band yang baru saja selesai diadakan dialun-alun kota tadi. Namun nampaknya kau hanya diam saja dari tadi.” Ungkap Rifai dengan maksud baik.
“kau lucu juga yah, nyeloteh tak henti seperti burung beo saja.” Balas perempuan itu dengan nada sinis namun di akhiri dengan tawa kecil.
“kau ini, aku serius. Oh iya, perkenalkan namaku Rifai Prasetya. Aku biasa di panggil Rifai namun ada juga beberapa orang yang memanggilku Fai dan ada juga yang memanggil ku dengan sedikit lebih simpel yaitu Pay. Dari Fai ke Pay. Simple bukan.” Ungkap Rifai sambil menjulurkan tangannya ke arah perempuan itu dengan maksud untuk berkenalan.
“namaku Putri, Putri Wulandari. Kau bisa memanggilku Putri namun ada juga yang memanggilku Wulan, tapi tak ada yang memanggil ku Dari karna Dari adalah kata terakhir dari namaku Wulandari.” balasnya dengan di iringi senyuman yang diikuti jabat tangan diantara mereka.
“hahaha kau rupanya bisa melucu juga, untuk orang yang sedikit judes di awal tadi.” Balas Rifai dengan nada sedikit mengejek. “oh iya, ByTheWay kenapa dengan motormu ini? Mogok?” lanjutnya.
“engga, ini ban motor kayaknya bocor deh. Hm.. sialnya lagi asik berkendara eh ban motor malah nyium paku. Kurang kerjaan juga itu paku ngejogrok ditengah jalan.” Putri dengan nada kesalnya mencoba untuk tenang.
“aku tau kok dimana tempat tambal ban terdekat tapi bukan sekitar sini, itu di dekat taman yang disana.” Tawar Rifai sambil menunjuk ke arah taman. Namun nampaknya Putri tak percaya dengan Rifai “tenang, kau tak usah seperti itu, aku bukan orang jahat, sumpah.” Lanjutnya.
“baiklah, aku percaya padamu. Tapi inget jangan macem-macem.” Ujar Putri dengan ancamannya.
“ayok tunggu apalagi, jalan.” Ungkap Rifai.
“yah elu gi mana sih, nolong kok setengah-setengah gitu, dorongin dong motornya yaelah.” Umpatnya dengan rayuan andalan khas perempuan.
“enak bener, motor siapa tuh, kok malah gue yang dorong.” Balas Rifai. Putri hanya cemberut dengan muka yang di tekuk. “Baiklah, kau berhasil merayuku. Ah memang perempuan pandai merayu.” Lanjut Rifai  sambil cekikikan.
“udah ah ngobrol mulu kapan sampenya nih.” Ucap Putri.
“okeh okeh, ayo jalan. Let’s go” semangat dari Rifai muncul, yang sebelumnya loyo karena kehabisan tenaga setelah menonton konser namun sekarang malah berbanding terbalik. Penuh semangat layaknya prajurit yang siap menghadapi lawannya.

Mereka berdua kemudian melanjutkan langkah kaki mereka, dengan diselingi obrolan-obrolan kecil.
“hey ini ceritanya kamu dari mana mau ke mana nih?” tanya Rifai dengan membuka obrolan yang memecah keheningan.
“kepo ih!” balas Putri jutek.
“yah itupun kalo kamu mau menjawab.”
“ahahaha gitu aja ngambek, baiklah aku jawab. Aku juga sebenernya tadi nonton konser X Band...” belum selesai cerita Rifai menyerobot pembicaraan Putri.
“hah kau nonton sendirian?”
“denger dulu ngapa kalo orang lagi ngomong, ini aku engga nonton sendirian kok. Aku ikut temen-temen sekitar sini, kebetulan nenek aku tinggal di sekitar sini, ini juga baru mampir tadi dan sekarang bermaksud untuk pulang eh ada aja halangan pake ban motor bocor segala.” Ungkap Putri dengan keluhannya yang tak ada ujung.
“ouh jadi seperti itu.” Balas Rifai.
“lalu kau sendiri?” tanya Putri dengan sedikit penasaran di benaknya.
“aku? Aku sama habis nonton juga.”
“kau sendiri yah nontonya? Berani juga kamu.”
“ah engga, ini aku bareng kelompok fans X Band. Tapi aku tertinggal jadi sekarang aku mau menuju taman tempat janjian berkumpul kami.” Ungkap Rifai.
“ouh jadi kita satu tujuan nih ceritanya, makanya kamu mau bantuin.” Nada sindiran Putri terlihat cukup jelas.
“yaelah bukan karna itu juga, kan sesama kita harus saling tolong menolong.” Ucap Rifai dengan maksud menepis ucapan Putri.
“kita kan engga sama, aku perempuan sedangkan kamu laki-laki.”
“disaat seperti ini kamu masih bisa juga yah becanda. Kau lucu. Aku jadi ingin mengetahui tentangmu.” Ungkap Rifai dengan godaan kecilnya.
“hahaha iya dong, aku kan orangnya humoris. Hm.. namun apa iya setelah ini kita bakal bisa ketemu lagi?”
“tentu, kenapa tidak. Iya kan? jika Tuhan mengijinkan semua hal yang tidak mungkin pasti menjadi mungkin.” Ujar Rifai. “eh itu didepan kita sudah sampai nih, ga terasa yah kita sudah sampai, padahal perjalanan cukup jauh.” Lanjutnya.
“Hey Rifai, makasih yah kamu udah bantu aku. Maaf ngerepotin.” Ucapan terima kasih dari Putri menandakan mereka akan berpisah disini.
“engga kok, engga repot. Aku malah seneng bisa ketemu kamu.”
“rese lu ah, genit. Godain gue mulu.” Ungkap Putri sambil tersenyum ke arah Rifai, menandakan mereka akan segera berpisah.
Dari kejauhan Deni dan kawan-kawan lainnya sudah nampak. Mereka sedari tadi menunggu kehadiran Rifai, memang hampir dari mereka semua mengenal Rifai.
“okeh, sudah kan? kamu engga apa-apa kan aku tinggal sendirian. Hati-hati yah kalo pulang. Bye” Rifai mengucapkan salam perpisahan dengan senyum manis dari seorang lelaki.
“iya, tenang aja. Aku bukan anak kecil kok. Sekali lagi makasih yah Fai.”
“iyah, sama-sama.”
Akhirnya Rifai meninggalkan Putri sendirian dan langsung menuju di mana kelompok sudah berkumpul.
••••
“eh kok gue jadi keinget dia gini yah, ah aneh.” Ucap Rifai sambil membuka buku matematika yang hendak ia baca untuk ulangan esok hari.
“ah ampun dah, gue jadi kaga konsen belajar nih. Mana ini udah malem pula, belajar dari jam 8 sampe jam 11 kaya gini masa iya kaga ada yang nyantol di otak. Yaelah.” Rifai terus menggerutu tak jelas, dia tak konsen belajar karena selalu teringat perempuan yang dia temui beberapa jam lalu. Entah hal apa yang membuat dia teringat terus kepadanya.

Jam 04.30 tepat, Rifai terbiasa bangun lebih awal dari orang rumah yang ada dirumahnya. Dia selalu membangunkan Adik, Ibu dan Ayahnya. Namun Ibu-nya tak selalu di bangunkan, terkadang malah Ibunya yang membangunkan Rifai dan orang rumah lainnya. Mereka selalu memulai hari lebih awal, untuk mempersiapkan segala sesuatu untuk hari ini. Termasuk Rifai yang ingin menghadapi ulangan matematika, meski dia tak terlalu ahli dalam matematika dan jarang sekali mencatat pelajaran ini tapi dia masih selalu berusaha untuk berubah.

Selesai sarapan, Rifai dan adiknya berpamitan untuk berangkat sekolah. Rifai duduk di kelas 3 SMK dan adiknya berada di kelas 1SMP. Mereka terpaut beberapa tahun dan hampir setiap hari bertengar untuk alasan yang tak jelas namun akan cepat berbaikan kembali. Perjalanan mereka tidak berjalan pada satu arah, karena sekolah mereka tidak berdekatan, mereka harus  berpisah di ujung jalan dan Rifai seperti pada hari-hari biasanya selalu mampir ke rumah Deni dahulu untuk berangkat bersama.
“woy bro, ayok berangkat. Udah siang nih ntar telat kita ikuti ulangan matematika.” Sapa Rifai terhadap Deni yang sedang duduk di teras depan rumah menunggu Rifai.
“ayo, ah elu juga lama dateng ke sini.” Jawab Deni.
“sorry sob, ada emergency sedikit tadi.” Balas Rifai.
“emergency apaan? Ngeles aja lu ah. Bentar yee gue ngambil hp dulu di kamer. Elu tunggu bentar di sini. Jangan kemana-mana.”
“iyee, lah emangnya gue mau ke mana.. gue bakal nunggu elu.” Timpal Rifai. “yaudah sono ambil.” Lanjutnya.

Beberapa saat kemudian Deni kembali dari kamarnya.

“ayo, caw kita berangkat.” Ucap Deni. “woy ayok malah ngejogrok aja di sono, mikirin apa lu. Gue tau matematika itu susah, tapi woles aja.” Deni mengingatkan.
“bukan karna hal itu, elu tau sendiri, gue mah cuek akan masalah ulangan. Belajar yah belajar seadanya.” Balas Rifai.
“lalu karena apa?” tanya Deni.
“gue keinget terus ama dia sob.”
“siapa?” Deni singkat.
“itu, dia yang gue temuin selesai konser.”
“ouh perempuan itu. Ah tapi elu kagat cerita banyak tentang dia. Pulang dari sana elu kan langsung pulang, kaga cerita banyak.”
“yaudah ntar gue ceritain dah sepulang sekolah.” Tawar Rifai kepada Deni.

Sampai di sekolah mereka langsung menghadapi ulangan, namun yang terjadi justru sebaliknya. Ulangan di batalkan. Guru yang akan mengajar ada acara mendadak dan berhalangan hadir kesekolah. Lalu di berikanlah tugas mencatatat.
“ah gue males nyatet nih, keluar yuk Den? Kita ke warung.” Pinta Rifai.
“elu duluan aja ke sana ntar gue bakal nyusul, okeh?” tawar Deni.
“baiklah, gue tunggu elu di kantin belakang. Awas lu kalo kaga dateng, gue telen bulet-bulet.” Ucap Rifai dengan ancaman candaannya.
“okeh, okeh, santai.”
Rifai pun berjalan menuju warung belakang sekolah dengan upaya menghidari pelajaran mencatat itu. Namun apa daya, kesialan menghampiri dirinya.

“Hey kamu? Sini.” Tiba-tiba terdengar suara bentakan yang di tujukan kepadanya, kepada Rifai.
“waduh, gue terperangkap di kandang macam. Lagi asik nguyah gini pake ketauan guru segala.” Ungkap Rifai dalam hati. “i.. i.. iyaa pak.” Ucap Rifai dengan nada terbata-bata.
“kenapa kamu dalam jam pelajaran malah nongkrong di warung?” tegas Pak Kadi guru yang menegurnya di warung.
“anu.. anu.. pak..” Rifai yang mencoba membela diri tapi tak bisa berkutik.
“anu, anu, anunya siapa.. engga usah pake ngeles. Kamu pasti bolos pelajaran.” Tegas pak Kadi mencoba menegur Rifai. “sebagai hukuman karena bolos pelajaran kamu bapak beri hadiah.” Lanjut Pak Kadi.
“hadiah? Hadiah apa pak.” Rifai yang mendengar hal itu agak terkejut dengan perkataan Pak kadi. “hadiah? Engga salah nih?” lanjutnya dalam hati.
“kamu bapak beri hadiah bersiin WC sekolah sampe bersih.” Ungkap Pak Kadi dengan nada tinggi.
“yah bapak.. itu mah bukan hadiah namanya, tapi hukuman, hadiah itu yang bagus pak bukan ini.” Tawar Rifai kepada pak Kadi.
“kamu ini, sudah salah pake acara nawar segala. Bapak kasih keringanan, WC sekolah untuk cowok ada 5, kamu bersihkan yang bagian kanan saja ada 3.” Suruh pak Kadi kepada Rifai.
“yah pak, WC-nya kan besar. Kok 3 kuranginlah pak jadi 2 WC saja yang aku bersiin.” Ucap Rifai seraya mencoba merayu pak Kadi.
“oke, kalau begitu bapak kasih keringanan. Kamu musti bersihin ke 5 WC itu tanpa terkecuali.”
“yah pak, itu mah malah di tambahin, bukan dikurangin.” Keluh Rifai.
“oh kamu masih kurang?” tanya pak Kadi.
“engga pa, engga. Udah cukup kok. 5 aja udah kenyang, engga usah di tambah.” Jawab Rifai.
“yasudah, sana bersihkan.” Tegas pak Kadi menyuruh Rifai untuk mengerjakan semuanya.

“Gila aja tuh guru, ngasih hukuman banyak gini. Mana Deni kaga keliatan pula batang idungnya, coba kalo dia ikut gue, pasti sekarang gue punya temen buat bersiin ini WC.” Gerutu Rifai tanpa henti seraya menyikat lantai WC.
Waktu 2x45 menit pelajaran kosong yang seharusnya Rifai gunakan untuk santai di warung, malah berbalik membuatnya sibuk.
“tau gini mah mending nyatet pelajaran sekenanya.” Ucap Rifai yang sedari tadi masih setia dengan keluhannya.

Semua telah kelar, namun tak terlalu bersih. Hanya membersihkan di bagian tertentu saja.
Rifai yang lelah akan hukumannya lebih memilih istirahat di kelas, setelah pelajaran usai. Namun pelajaran kedua belum berakhir, hanya saja guru yang mengajar belum tiba ke kelas mereka.
“eh nyet, kemana aja lu ah, kaga dateng-dateng dari tadi, gue tunggu sampe gue kena hukuman guru.” Ucap Rifai kepada Deni.
“hehehe sorry, gue juga tadi ngeliat elu kena semprot Pak Kadi, gue ga berani ngedeket ke sono, takut di gigit.” Bela Deni.
“buset, enak banget lu yee.. gue bukan di gigit lagi gue udah di kunyah tadi. Mending langsung di kunyah, nah gue di emut dulu... pusing gue denger guru itu ngomel mulu.” Balas Rifai.
“eh eh itu guru dateng, cepet-cepet deh lu bangun dari meja sebelum kena semprot guru lagi.”
“iye dah gue nyerah kali ini.” Ucap Rifai dengan nada seperti kehabisan nafas.

Berakhirlah pelajaran tadi, bel sekolah berbunyi pertanda waktu istirahat telah tiba. Rifai yang belum sempat melepas dahaga setelah membersih WC beberapa menit lalu berniat menuju warung kembali untuk membeli minuman dingin.
“eh sob, gue duluan yee ke warung, haus nih berasa kering nih tenggorokan.” Ucap Rifai kepada kawan-kawan yang biasa berkumpul bersama diwarung. Mereka hanya mengangguk menandakan setuju.
“Bu es satu.” Ucap Rifai kepada penjaga kantin sekolah.
“siap..” balas Ibu Desi penjaga kantin. “nih Rifai.” Lanjut Ibu Desi sambil memberikan es kepada Rifai.
Tentu, Rifai sudah mengenal betul penjaga warung, dan begitu sebaliknya. Rifai yang telah menggenggam es di tangannya bermaksud untuk duduk di kursi yang di sediakan oleh warung. Kursi yang berjejer rapi dan masih kosong karena belum ada murid yang mampir kewarung karena jam istirahat baru saja tiba.
“Bu, mie satu yah bu jangan pedes.” Ucap seorang perempuan kepada Ibu Desi penjaga warung. Rifai yang mendengar suara itu sontak terkejut, karena dia pernah mengenali suara itu. Namun belum sempat Rifai menoleh ke arah perempuan itu dan mencerna siapa suara itu keheningan warung terpecah karena beberapa siswa siswi sudah berada di warung itu. Buyar lah pikiran Rifai yang sempat sedang mencerna suara itu.
“yah Bu, semua tempat sudah penuh, apa engga ada yg kosong ini?” keluh perempuan itu kepada Ibu Desi.
“Itu Neng ada yg kosong di dekat motor.” Ibu Desi yang melihat bangku kosong berupaya mempersilahkan perempuan itu untuk duduk di sana.
“tapi itu ada orang bu, cowok pula.” Keluh perempuan itu.
“engga apa apa, dia baik kok. Ibu kenal sama dia Neng.” Rayu Bu Desi.

Tentu saja Rifai mendengar percakapan antara bu Desi dengan perempuan itu, namun Rifai tak mengenal wanita manapun yang bernama Neng.
“Eh kamu?” ucap Rifai dengan raut wajah yang kaget. “jadi kamu sekolah disini?” lanjutnya.
“eh iya, engga nyangka yah kita ketemu lagi disini, tapi kok aku engga tau yah kamu sekolah di sini?” balas Putri.
Dan ternyata memang benar, itu suara Putri, sosok perempuan yang dia temui tempo hari di jalan.
“lah, apalagi aku, aku juga ga tau kamu sekolah disini. Aku pun tempo hari lupa nanyain sekolah karena perjalanan yang sangat singkat waktu itu.” Ucap Rifai dengan diiringi senyuman.
“yaelah segitu cukup jauh juga, sampe kaki kaya bengkak.” Ungkap Putri.
Rifai dan Putri terus mengobrol sampe lupa waktu bahwa bel pertanda waktu istirahat telah usai. Kini mereka pun tersadar karena diingatkan oleh Ibu Desi penjaga warung.
“Neng bel udah berbunyi Neng, engga masuk ke kelas? Jangan sampe kaya Fai noh yang baru aja kena hukuman dari pa Kadi.” Ujar Bu Desi cekikikan.
“yah Bu, pake di kasih tau segala. Malu ah bu masa hukuman di ceritain.” Kata Rifai kikuk.
“hahaha kamu kena hukuman Fai? Gimana ceritanya?” tanya Putri penasaran.
“udah ah, ga mau bahas.” Balas Rifai ngambek manja. “udah ah masuk sana, aku juga mau masuk ke kelas” lanjut Rifai.
“iya iyah, bye aku masuk duluan yah. Bu ini uang buat mie dan minuman tadi.” Ucap Putri sambil memberikan uang makan dan minum yang telah iya habiskan.

Semua pelajaran telah usai mereka jalani untuk hari ini. Rifai, Deni dan beberapa teman lainnya mempunyai acara EsKul di sekolah, mereka mengikuti Futsal yang selalu rutin di adakan senin sore setelah pulang sekolah. Mereka berlatih untuk mengikuti turnamen antar sekolah yang akan di adakan 3 bulan lagi dari sekarang, mereka mempunyai waktu 3 bulan untuk mempersiapkan semua. Ada 20 siswa dari berbagai kelas yang mengikuti EsKul futsal ini termasuk Rifai, Deni, dan Gilang yang berasal dari kelas A. Hari ini adalah hari di mana pemilihan tim inti beserta cadangan yang akan bertanding pada turnamen 3 bulan lagi.
“oy Rifai, hari ini kita latihan yee, udah siap?” sapa Gilang temen satu kelas Rifai yang sudah di tunjuk oleh pelatih yang di gadang-gadang bakal menjadi kapten tim.
“siap lah coy, gue juga baru beli nih sepatu futsal baru, yang lama udah jebol udah kaga bisa nahan cobaan.” Balas Rifai di selingi candaan.
“hari ini juga yah pengumuman pemilihan tim utama untuk mengikuti turnamen?” tanya Gilang kepada Rifai yang memang cukup akrab dengan salah satu pelatih futsal sekolah.
“elu mah enak ya Lang, udah pasti elu masuk dah ke tim inti. Tim kan butuh elu yang bisa bertanggung jawab terhadap tim.” Puji Rifai yang mengetahui bahwa Gilang memang sudah pasti akan mengisi tempat sebagai kapten tim.
“ahaha, iya nih. Gue juga kaga nyangka bisa di tunjuk kaya gini jadi kapten.” Ujar Gilang dengan perasaan bangga.

Latihan pun di mulai. Turnamen di adakan menjadi 2 tim. Tim A dan tim B, namun akan mengikuti turnamen yang berbeda. Setelah 1 jam lebih berlatih akhirnya keputusan pelatih akan di mulai untuk di umumkan.
“baiklah, kali ini bapak akan mengumumkan siapa saja yang akan mengikuti turnamen dan keputusan ini tidak dapat diganggu gugat walau kapten tim sekalipun.” Tegas Pak Ari sang pelatih futsal sekaligus guru olahraga di sekolah mereka.

“bapak akan membagi menjadi tim A dan tim B, berhubung ada 20siswa yang ikut akan mudah untuk membaginya menjadi 10 tim A dan 10 tim B. Gilang kamu sudah masuk kedalam tim A dan menjadi kapten di sana, sekarang tinggal 4 lagi untuk mengisi tim inti. Deni kamu akan mengisi defender bersama dengan Edi, dan Rohman kamu mengisi sebagai penyerang bersama sang kapten, Gilang. Untuk mengisi penjaga gawang bapak pilih Rifai, karena dia memiliki reflek yang bagus di antar yang lainnya.” Lanjut pak Ari menjelaskan panjang lebar dengan diringi masukan-masukan untuk tim.
Semua telah diumumkan, dan bertepatan dengan jam latihan yang telah usai, mereka semua membubarkan diri untuk pulang kerumah masing-masing.
••••
Rifai, Deni dan Gilang kini telah terpilih menjadi tim utama, setelah usai pemilihan mereka bermaksud berjalan-jalan untuk merayakan keberhasilan mereka terpilih menjadi bagian dari tim inti.
“bro, bete nih. Lagian ini udah sore, nanggun pulang mah, malem aja pulangnya, kita kemana gitu lah dirumah bosen itu-itu doang yang terjadi.” Ungkap Gilang bermaksud mengajak mereka untuk bermain-main dahulu sebelum pulang kerumah. Memang mereka pasti merasakan letih setelah berlatih keras untuk bekal di turnamen nanti, namun apalah daya mereka selalu menguatkan diri untuk mewujudkan apa yang mereka inginkan.
Dengan santainya Deni meladeni permintaan dari Gilang.
“ayok, kita sekarang mau k mana nih? Traktir yee Lang hehehe” Deni menggoda gilang agar di beri traktiran lagi.
“ayolah, kemana aja yang penting happy kita.” Balas Rifai kepada mereka.
Akhirnya mereka memilih ke toko buku untuk sekedar membaca ataupun membeli buku yang mereka sukai. Rifai lebih suka membaca novel dari pada pelajaran-pelajaran yang menurutnya membosankan. Deni dan Gilang hanya sekedar ingin bersenang-senang saja melupakan lelah setelah latihan.
“Fai, ini bagus nih buku novel, dilihat dari cover sudah menarik apalagi isinya.” Ucap Deni sembari menyodorkan buku novel yang ia maksud.
“inget Den, jangan menilai buku dari sampulnya.” Balas Rifai. “namun kaga ada salahnya juga sih gue coba.” Lanjut Rifai dengan tawa kecil.
“ah elu.” Singkat Deni.
“eh bro, sorry yah gue harus pulang nih nyokap gue udah nelfon ada urusan mendadak katanya.” Ujar Gilang terburu-buru.
“Ah elu gimana sih, kan elu yang ngajak masa elu juga yang mau pergi duluan.” Deni yang sedang asik membaca berubah menjadi awas kepada Gilang.
“hehehe sorry, ini juga gue kaga tau bakal disuruh pulang.” Ungkap gilang menjelaskan.
“oke deh, hati-hati dijalan lu Lang.” Ungkap mereka hampir dengan serempak.
“okeh okeh gue cabut dulu yah.”
Malam itu Deni dan Rifai hanya membaca, tak nampak ingin membeli karena hampir setiap pulang sekolah mereka selalu membaca buku-buku itu dari halaman satu hingga tamat. Di tempat toko buku yang sering mereka kunjungi memang mengijinkan untuk hanya sekedar membaca saja karena sudah disediakan sampel yang sudah di buka dari segel yang menyelimuti buku tersebut.
“hm.. ceritanya membosankan untuk judul yang cukup menarik.” gumam Rifai sambil menaruh buku yang ia pegang.
“ahaha kau sendiri yang bilang, jangan menilai buku dari sampulnya.” Deni tertawa. “setidaknya kan kau belum membelinya Fai.”

“bagaimana harimu? Nampaknya kau sepulang sekolah langsung kesini?” suara itu, tentu Rifaipun mengenalnya, orang yang sempat bertemu beberapa kali dan tak disengaja.
“eh putri, kau sedang apa disini?”Rifai dengan ekspresi kagetnya.
“hey ini toko buku ya tentu saja membeli buku.” Putri menjelaskan. “kenalkan ini Bella sahabatku.”
“Hey aku Rifai, salam kenal. Dan perkenalkan ini Teman ku sekaligus sahabatku Deni.” Mereka saling memperkenal kan diri tanpa terkecuali, mereka kini sudah resmi menjadi teman.
Mereka kini larut dalam tawa bersama, dan tak menghiraukan waktu sudah menunjukan pukul 10malam tepat. Pengunjung yang lain sudah hampir tak terlihat, dan toko pun memang sebenarnya sudah akan di tutup.
“hey sudah larut malam nih.” Rifai mengingatkan.
“baiklah kami pulang duluan yah, takut mama nyariin.” Ujar Putri pergi dengan Bella. Rifai hanya melihat punggung mereka yang telah lenyap di balik rak buku yang berjejer rapih.

Rifai dan Deni ikut mengikuti langkah mereka, dengan bermaksud untuk pulang kerumah masing-masih. Dalam perjalanan mereka hanya berdiam, dengan perjalanan yang cukup jauh dari Toko buku ke rumah mereka.
“Hey, kau tau Bella manis juga yah jika dilihat-lihat.” Deni membuka percakapan dengan diselingin tawa kecil yang ia buat ketika membayangkan wajah Bella yang baru saja mereka temui.
“hm.. kau suka yah dengan Bella?” tanya Rifai penasaran dengan perasaan Deni sekarang.
“nanti juga kau akan tau sendiri.” Jawab Deni mencoba menyembunyikan perasaannya.
“hey, aku tau kau. Aku tau tentang mu, mulai dari sikap ketika kau marah, tingkah kau ketika menyimpan dendam dan ketika kau berkelahi hingga di panggil keruang BP tempo hari, dan sekarang pun aku tau, kau menyukai Bella, sudahlah jangan kau tutup-tutupi seperti itu, aku tak mudah di bohongi, apalagi oleh mu teman ku sejak lama.” Rifai mengernyit menjelaskan apa yang terjadi. “tak kusangka, seorang Deni yang memang suka berkelahi, suka mencari masalah, mencari gara-gara bisa jatuh cinta juga.”
“aku juga manusia, yang juga mempunyai perasaan, dan bisa mencintai.” Deni berusaha membela dirinya sendiri terhadap tuduhan sahabatnya itu.
“nah kau kena sekarang, kau memang sedang benar-benar jatuh cinta kepadanya, kepada Bella. Tak biasa kau menyebut kata Cinta dalam hidupmu.” Jebakan yang Rifai buat untuk Deni agar Deni mengaku ternyata sukses, secara tidak langsung Deni mengakuinya bahwa Deni benar-benar sedang jatuh Cinta.
“Mungkin kapan-kapan aku juga harus merasakan apa yang kau rasakan Den, selama ini aku hanya naksir kepada seseorang karena fisik. Aku belum pernah merasakan jatuh Cinta dan benar-benar jatuh cinta karena tulus mencintainya.” Rifai tanpa sadar mengeluarkan semua uneg-unegnya kepada Deni, Deni hanya membalas dengan senyum ejekan kecil.
“kau harus membatuku Fai untuk mendapatkan Bella.” Deni yang memang selama ini belum pernah pacaran secara terang-terangan ingin menjadikan Bella sebagai pacarnya dan juga Cinta pertamannya.
“tentu, aku akan membantumu sebisaku. Kau sahabatku, akan aku lakukan apapun untuk sahabat ku yang satu ini.” Rifai merangkul sahabatnya dan mengacak-acak rambut kawannya itu dengan usil.
“udah sampe nih, gue duluan yee. Hati-hati lu di jalan banyak culik.” Ungkap Deni menggoda.
“yaelah, Cuma melewati satu tikungan doang. Deket coy.” Dengan begitu mereka sudah pulang kerumah mereka masing-masing. Menunggu mata terlelap setelah seharian penuh bergerak tanpa istirahat.
••••
“kayaknya motor kamu ini mempunyai hobby yang aneh Put, bocor ban.” Ejek Rifai yang melihat Putri dan Bella sedang menuntun motor ke arah tukang tambal ban terdekat. “lain kali bawa helikopter agar engga bocor ban lagi.”
“puas kau meledek.” Jawab putri cetus. “bantuin napa?” lanjut Putri bermaksud meminta bantuan kepada Rifai dan Deni yang sedang sama-sama ingin berangkat sekolah. Tentu mereka bersekolah disatu sekolah yang sama hanya saja Cuma berbeda kelas.
“sini-sini biar gue yang dorong.” Deni menyerobot Rifai dari belakang untuk membantu Putri, tentu Deni bermaksud menolong dan diselingin maksud lain mencari perhatian dari Bella.

Jam baru saja menunjukan pukul 07.30tepat, masih banyak waktu untuk mereka menambal ban yang bocor itu.
“tiap aku bertemunya, hampir dengan keadaan ban bocor. Apakah tidak ada cara yang lebih romantis lagi?”gumamnya dalam hati.
“hey Rifai, kenapa kau melamun?” Putri menanyakan hal yang membuat Rifai tersadar dari lamunannya.
“eh.. engga kok, engga apa-apa.” Balas Rifai tersenyum.
“ohh..” Putri singkat.

Deni dan Bella, mereka mendorong motor bersamaan dan mengobrol apapun yang bisa membuat mereka menjadi lebih akrab lagi. Sedangkan Rifai dan Deni mengikutinya dari belakang hampir hanya saling diam.
“Bella?” sapa Deni.
“iyah kenapa?” suara Bella lembut membuat jantung Deni berdegup kencang. Oh tuhan, Deni belum pernah mendapati situasi seperti ini, mungkin Deni tak dapat mengontrol dirinya sendiri untuk menjadi lebih tenang.
“kau kelas apa? Hm maksudnya kamu belajar di kelas apa?” Deni yang sedari tadi mencoba mengontrol dirinya masih terasa gugup.
“oh aku di kelas C, satu kelas dengan Putri.” Jawab Bella tenang.
“Boleh aku minta nomor handphone kamu, yah biar bisa lebih akrab lagi aja gitu? Engga boleh juga engga apa-apa kok.” Deni kini bisa mengontrol dirinya menjadi lebih tenang, dan ternyata dia mampu untuk meminta secara langsung nomor telfon Bella untuknya, untuk orang seperti Deni dia cukup ahli mendekati seorang wanita mengingat dia hanya berandalan kecil yang menjadi jagoan disekolahnya.
“tentu saja boleh, kenapa tidak kau kan temanku. Ini.” Senyum dari Bella membuat jantung Deni berdegup kencang mendapati nomor cantik Bella sudah tersimpan di kontak handphonenya.
“Terima kasih.” Sahut Deni membalas senyuman Bella. Mendapati dirinya berhasil mempunyai kontak Bella untuk dapat menghubunginya suatu saat, Deni sangat gembira tetapi tak bisa diluapkan sekarang kegembiraannya ini karena Bella berada disampingnya, tentu dia akan malu jika berteriak ataupun berjingkrak-jingkrak merayakan keberhasilannya.
Tak kalah, Rifaipun membuka percakapan dengan Putri.
“Mput?” sapa Rifai. Rifai berbeda dengan Deni, Rifai sudah pernah mendekati beberapa wanita cantik disekolahnya, jadi tentu akan lebih mudah baginya untuk hanya sekedar bercakap-cakap kecil.
“Mput? Hey yang biasa memanggilku dengan sebutan itu hanyalah sahabatku dan keluarga. Tapi tidak apa-apa, kau boleh memanggilku seperti itu.” Tutup Putri.
“Benarkah? Terima kasih. Ngomong-ngomong boleh aku tau tentang dirimu. Yah dari mana kau berasal atau apa, ceritakanlah?” tanya Rifai penasaran akan hal yang terdapat dalam diri Putri.
“aku? Aku hanya seorang wanita yang baik hati yang tinggal beberapa puluh meter dari sini.” Ujar Putri tertawa.
“hm kau ini.. selalu bisa membuat ku tertawa. Tapi aku serius ini Put.”
“ahaha tentu, aku bisa membuat orang disekelilingku tertawa dengan cara ku sendiri.” Ucap Putri mengacungkan ibu jarinya ke arah Rifai dengan bangga.
“hm.. namun aku lihat sepertinya kau bukan asli jawa?” Rifai yang sedari tadi penasaran mencoba membuka apa yang belum di ketahuinya.
“iya, aku ini keturunan indo korea. Ibu Indonesia ayah Korea.” Dengan jujurnya putri mengatakan hal pribadi kepada Rifai.
“berarti kau bisa bahasa korea?”
“engga juga, aku lebih banyak menghabiskan hidupku di indonesia.”
“apa kau mempunyai nama korea?” Rifai sedikit penasaran tentang hal ini, lalu dia memberanikan diri untuk bertanya.
“tentu.” Jawab Putri singkat.
“bolehkan aku tau nama koreamu?” Rifai berusaha untuk mengetahui nama lain dari Putri namun agak sedikit sulit karena Putri masih saja membuatnya tertawa.
“kau ini seperti wartawan, seharusnya kau membayarku untuk bisa menanyaiku seperti ini. Baiklah akan aku beritahu. Nama koreaku adalah Lee Sun Angel. Aku juga sering di panggil Angel ketika dirumah. Hanya keluarga ku dan Bella yang tau akan hal ini.” Putri menjelaskan.
“aku boleh memanggilmu Angel?” Rifai mencoba membuat dirinya menjadi lebih akrab kepada Putri.
“sebaiknya jangan, belum ada yang tau nama korea ku selain yang aku sebutkan tadi. Dan mungkin aku juga tak menginginkan ada orang lain yang tau.”
“tapi tenang, aku akan memanggilmu hanya ketika kita sedang berduaan saja, gimana?” tawar Rifai.
“baiklah, kau menang Fai.”
“terima kasih Angel.” Rifai melemparkan sebuah senyuman yang kemudian dibalas oleh senyuman Putri yang tak kalah manis sehingga membuat jantung Rifai berdegup tak biasa.
“ah perasaan apa ini?” gumam Rifai dalam hati. “ah mungkin hanya perasaanku saja.” Lanjutnya dalam Hati.”
Rifai mempunyai perasaan aneh yang ia sendiri belum mengetahui perasaan apa itu sebenarnya. Oh ya ampun. Apa yang ia rasakan sekarang? Perasaan ini masih melekat pada perasaannya, hatinya.
“sama-sama.” Senyuman Putri mengiringi pembicaraannya saat ini, membuat Rifai selalu terbayang senyum dari Putri.

Semua telah berlalu. Perjalanan mereka terhenti di depan gerbang sekolah. Setelah ban motor mereka tambal, mereka langsung menuju sekolah. Waktu yang tersisa cukup tepat, setiba disana gerbang sudah hampir ditutup, untungnya pak satpam sekolah berbaik Hati mengijinkan mereka masuk.
Seolah semua berjalan sangat cepat, waktu untuk sekolah selesai. Mereka semua membubarkan diri, terkecuali Rifai dan Deni. Jadwal futsal hanya 2 sampai 3 kali dalam satu minggu, senin, kamis, sabtu. Itulah jadwal futsal mereka. Kini mereka sedang menatap keluar jendela di mana terdapat sekelompok perempuan yang sedang berlatih Basket, Putri dan Bella ada di dalamnya. Mereka masih berada di dalam kelas, seharusnya Rifai dan Deni langsung pulang namun hari ini mereka dapat pengecualian, Deni mengajak Rifai untuk tidak pulang lebih awal hanya karena ingin Melihat Bella berlatih, Deni sudah bertanya kepada semua orang yang dekat dengan Bella, tentang diri Bella dan dia mendapati info bahwa Bella berlatih basket hari ini.

“dia nampak manis dari kejauhan.” Deni tersenyum-senyum sendiri, melamun hal indah tentang Bella dan membayangkan bahwa Bella telah menjadi kekasihnya.
“kau ini, jangan banyak melamun entar bisa kesambet lu, siapa yang mau nolongin?” balas Rifai membuyarkan lamunan Deni.
“ah Cuma sekali ini kan tak apa.” Deni membenarkan posisi duduknya, menghadap keluar jendela dengan lebih nyaman.
Rifai pun ikut terlarut dalam hayalan indah. Earphone menancap dikedua kupingnya kiri dan kanan, memutar lagu romantis, menghayal tokoh utama adalah Rifai dan Putri. Bernyanyi bersama di sebuah taman, mengejar satu sama lain. Saling menangkap dan saling berpelukan dan di akhiri dengan Rifai mengecup puncak kepala Putri lembut. Tanpa disadari Rifai telah memiliki sebuah perasaan kepada Putri, namun Rifai bukanlah tipe orang yang mudah percaya akan jatuh cinta. Memang Rifai pernah Naksir kepada beberapa wanita di sekolah namun itu hanya sekedar naksir karena fisik dan tak berharap lebih untuk sampai ke tujuan yang lebih serius.
“ah kenapa aku ini? perasaan apa ini?” Rifai mengeleng-gelengkan kepalanya sehingga membuatnya kembali ke dalam kesadarannya, terbagun dalam khayal indahnya.
“kenapa lu sob?” tanya Deni yang melihat Rifai terbingung.
“engga apa-apa.” Jawab Rifai datar.
“ah jangan-jangan elu naksir yah sama Putri? Hayoo ngaku.” Ujar Deni jail kepada Rifai.
“ah apaan sih, kaga lah kaga mungkin wanita secantik Putri mau sama gue. Ngaco lu.” Rifai menjawab sekenanya, berharap Deni percaya akan ucapan yang baru saja Rifai lontarkan.
“tenang-tenang, gue bakal jaga rahasia ini.”
“eh apaan sih, kaga. Udah ah.” Rifai masih berusaha menghindar dengan apa yang Deni ucapkan. “eh noh mereka lagi istirahat, samperin sono kalo elo berani Den. Jangan sembunyi doang.” Nada Rifai seperti menantang Deni namun dengan santai.
“ah gue masih belum siap. Nanti aja deh nunggu kesempatan berikutnya.” Deni masih belum berani mendekati Bella, Deni masih penakut jika berbicara soal mendekati wanita.
“nah iya kalo elu masih punya kesempatan.”
“kalo kesempatan kaga nongol yah gue pake Dana Umum.”
“eh buseet, lu kira main monopoly.”
“ahaha ya elu pake ngejatuhin gue gitu, dukung dong kawan elu ini.”
“okeh okeh, gue bakal selalu dukung elu Den, pasti.” Rifai mengacungkan ibu jarinya menandakan dia akan membantu apapun untuk kawan lamanya itu.
“udahlah, pulang-pulang. Gue laper nih.” Lanjtnya. Kini mereka sepakat untuk pulang.
••••
Dua bulan telah berlalu, kini mereka semakin akrab, hampir sepulang sekolah mereka menuju ke toko buku atau pun taman yang biasa mereka datangi. Deni merencanakan sesuatu untuk Bella, sebuah hal yang tak akan mereka lupakan sepanjang kisahnya ini.
“Ayo sob, gue udah siap nih. Mental gue udah ada di paling tinggi, paling gede.” Semangat Deni membara, layaknya ingin menyerbu lawan pada peperangan besar, namun kini mereka bukan untuk berperang, melainkan ingin bertemu Bella dan Putri.
“ayok, siap kan? Caw berangkat. Biar gue yang nyetir di depan, hari ini elu yg jadi tuan gue anterin elu kemanapun tapi Bensin elu yang bayarin yah?” Rifai berbicara dengan sebuah candaan bermaksud mencairkan suasana, karena Deni terlihat tak begitu yakin akan tujuannya.
“kebiasaan nih, kalo nolong pasti setengah-setengah. Okeh tenang aja gue isi sampe full dan perut elu juga bakal gue isi pake bensin sekalian.” Deni tak kalah dengan candaannya, membalas ejekan dari Rifai.

Malam minggu terasa begitu ramai disebuah taman, taman ini yang dulu Rifai dan Putri mengakhiri perjalanannya. Namun kali ini Deni yang akan beraksi. Mereka tiba di sebuah taman dan ditengahnya terdapat danau yang memantulkan cahaya bulan dengan begitu indahnya, jalan-jalan disekeliling taman pun tak kalah indah, di sepanjang jalan diikuti oleh lampu lampu yang menelusuri jalan pada taman itu. Selang beberapa menit Putri dan Bella datang dengan motor matic kepunyaan Putri.
“maaf yah lama menunggu.” Ucapan Putri membuka lembaran kebahagiaan di malam itu.
“ah engga kok, kalo lama pasti aku tau penyebabnya. Bocor ban lagi.” Rifai membalas dengan candaannya yang memang berisi fakta bahwa motor Putri mempunyai hobby bocor ban.
“hm.. mulai deh ngeledeknya.” Muka Putri seperti di tekuk dengan bibir mungil nya yang manyun.
“bercanda Put, cie ngambek cie.” Rifai memang selalu seperti ini, selalu menjahili dan menggoda Putri.
“ah mulai nih godaannya, aku ga mau denger.” Putri menutup kedua lubang kuping nya seolah bermaksud tak mau mendengar ucapan Rifai.
“Kamu manis yah Angel kalo lagi ngambek tuh.”
“hah apa?” Putri tak mendengar apapun karena kedua kupingnya masih tertutup oleh kedua tangan mungilnya.
“huh.. beruntungnya aku dia tak mendengar.” Gumamnya dalam hati sambil menghela nafas panjang.

Deni dan Bella masih mengobrol hal-hal kecil tentang apapun yang ingin mereka ketahui, tentu saja Deni sudah PDKT kurang lebih selama 2Bulan, dan ia yakin akan diterima. Dan pada akhirnya... Deni berlutut..
“Bella aku mau ngomong sesuatu nih ke kamu?” Deni yang sebelum berangkat mempunyai PD yang tinggi mulai memberanikan diri untuk menembak Bella, seorang wanita yang tidak lama ini menjadi teman sekaligus sahabatnya.
“iyah, mau ngomong apa Den?” jawab Bella lembut, membuat degub jantung Deni meningkat berlipat ganda.
Deni pun mulai berlutut dan disaksikan oleh Putri dan Rifai. Tanpa malu Deni memberanikan diri mengungkapkan semua isi hatinya.
“kamu tau kan Bel perasaan ku selama ini kepadamu, itu adalah murni perasaan tulus aku kepadamu. Yah mungkin kamu menganggapnya aku ini hanya main-main, namun perlu kau tau aku tulus mencintaimu? Maukah kau menjadi pacarku? pacarku, cinta pertama dan terakhirku?” semua telah diungkapkan, degup jantung Deni melebihi apa yang dia tahu, berharap jawaban terbaik yang iya terima.
Kemudian Bella mengangguk pelan. Menandakan ia setuju dan menerima Deni menjadi kekasihnya.
“apakah itu tanda kamu menerimaku Bella?” suara Deni perlahan sambil menatap kedua bola mata Bella.
“iya aku menerima mu Den. Aku harap kau tak mengecewakanku.” Jawab Bella pelan namun dengan senyum manis yang membuatnya indah dipandang.
“tentu, aku tak akan mengecewakanmu, dan aku berjanji aku selalu menjagamu.” Janji Denni menghapus semua ketegangan saat itu, Deni mencium tangan Bella kemudian di akhiri dengan sebuah pelukan mesra di antara mereka. Tentu, Putri sudah Diberitahu sebelumnya oleh Rifai agar semua berjalan lancar. Sontak Rifai dan Putri ikut larut dalam kebahagiaan, tanpa tersadar mereka berpegangan tangan dan berpelukan layaknya pasangan romantis lainnya, ikut merasakan kebahagiaan dan kegembiraan.
“mm.. maaf Put, aku engga sengaja.” Pipi Rifai memerah, tersipu malu.
“iya, engga apa-apa kok Fai, maafin aku juga yah tadi ikut meluk kamu juga.” Pipi Putri pun tak bisa di tutupi, pipi mereka berdua memerah karena malu, secara bersamaan Deni dan Bella melihat kejadian tadi dan tertawa, di ikuti oleh Rifai dan Putri mereka berempat pun larut dalam tawa hingga mengeluarkan air mata bahagia. Malam ini menjadi malam bahagian Deni dan Bella.

Malam itu mereka lewati bersama-sama, dan dengan kebahagiaan yang melekat tak terasa waktu sudah larut malam sekali. kebetulan ataupun takdir rumah Putri dan Bella sangatlah berdekatan, jadi mereka menggunakan motor dengan bertukar tempat, Deni dengan Bella dan tentu Putri Dengan Rifai. Mereka memacu motor dengan sedang. Berharap waktu kebahagiaan malam ini tak berlalu, namun perjalan pasti lah mempunyai tujuan dan akhir, sampai lah mereka pada tujuan akhir.
“Makasih yah Den udah nganterin sampe rumah, engga boleh mampir karena udah larut malem, nanti apa kata tetanggakan.” Ucap Bella pelan sambil mengedipkan satu matanya untuk Deni.
“iya, tidur yang nyenyak yah Bel. Dan semoga bermimpi tentangku.” Balas Deni dengan genit.
“itu rumahku, tepat bersebelahan dengan rumah Bella.” Ucap Putri menunjuk kearah istana megah yang besar. Bagi mereka itu adalah istana, mengingat Putri memang berasal dari golongan atas.
“wah besar juga rumahnya, jadi minder gue mau ngedeketin Putri, gue engga sederanjat, gue bukan tipenya.” Gumamnya dalam hati. Rifai merasa dirinya tak pantas untuk Putri karena Putri berasal dari golongan yang berbeda dari dirinya.
“kau ini kenapa melamun Fai?” Putri mengagetkan lamunan Rifai dengan sekejap membuatnya tersadar.
“ah kau ini mengagetkanku saja. Engga ada apa apa kok.” Rifai merasa terkejut dengan apa yang ia hadapi sekarang, entah apa yang akan terjadi ketika orang tua Putri tahu jika Rifai memacari Putri.
“ya sudah kami pulang dulu yah.” Deni menutup hari ini dengan salam perpisahan yang indah.
“hati-hati yah kalian.” Ucap Putri kepada Rifai dan Deni.
••••
Kini mereka semua semakin akrab, Deni dan Bella kini semakin mesra dan Rifai dengan Putri mereka belum ada kejelasan hubungan. Namun tiba saatnya dimana mereka akan mengahadapi kenyataan dan mereka yang akan menentukan akan Manis atau malah sebaliknya dari kenyataan itu. Dan akhirnya Turnamen akan di mulai hari ini. Dilaksanakan 2 kali dalam satu minggu dengan sistem gugur. Tim dari Rifai dan kawan-kawan menghadapi lawan yang mudah untuk pertandingan pertama. Namun mereka semua tetap konsentrasi untuk tidak terpengaruh meremehkan lawan.
Pertandingan sesaat lagi akan dimulai, Gilang merasa bersemangat. Pertandingan 2x20 menit akan dimulai dan segera dimulai. Kini bagi tim Gilang yang akan memulai pertandingan.

Prriiit... Pertandingan babak pertama di mulai. tendangan super dari Gilang hanya membentur tiang gawang sebelah kanan membuat bola keluar dari arena lapangan. Kini hanya tendangan kedalam bagi tim lawan. Menit ke 9 Rohman berhasil mengeksekusi operan matang dari Deni dan mengkonfersinya menjadi gol. Gooooaallll kedudukan 1-0 untuk Tim Rajawali, tim dari Gilang dkk. Tak menyangka Tim yang mereka lawan dahulu hanyalah tim dengan pemain yang kualitasnya tak cukup bagus, namun kini mereka mengalami perubahan Drastis. Mereka mampu menahan segala serangan dari Tim Rajawali. 10 menit di babak pertama telah usai, kini mereka mendapatkan 10 menit waktu untuk istirahat dan kedudukan 3-0 untuk tim Rajawali dengan menit-menit terakhir Gilang dan Deni masing-masing menyumbang 1 gol untuk Tim.
“semangat kawan, kita masih mempunyai 10 terakhir untuk menentukan lolos atau tidaknya.” Ujar Gilang sang kapten tim membuat semangat pemain lainnya terbakar agar untuk terus berjuang hingga akhir.
“siap kapten.” Suara pemain Rajawali dan diikuti oleh teman lainnya.

Priiitt.. kini babak kedua telah dimulai, giliran tim lawan untuk memulai pertandingan. Tendangan yang cukup keras hanya mampu sampai pertahanan belakang karena Deni menghadangnya dengan gesit, Deni mengumpan Bola ke Gilang namun berhasil di blok, kini tim lawan berusaha membalas dengan gesit, kini tim lawan berhasil mencuri 1 gol karena memanfaatkan kelengahan tim Rajawali. Tanpa ragu tim Rajawali berusaha membalas satu gol tadi yang berhasil membuat jala gawang Tim Rajawali bergetar. Bola kini dalam penguasaan penuh Rifai, Rifai melempar Bola itu ke depan gawang dan disambut oleh Rohman yang tak terkawal namun penjaga gawan tim lawan mempunyai reflek kaki yang bagus ketika Rohman berusaha menggocek sang penjaga gawang. 8 menit berlalu skor kini berubah 8-5 dengan kemenangan yang di raih oleh Tim Rajawali. 2x20 menit selesai. Jabat tangan dari kedua tim mengakhiri pertandingan kali ini.

Semua pemain kini merasa cukup puas akan hasil yang mereka raih, namun perjalanan masih panjang dan tak ada waktu untuk bersantai menunggu kemenangan datang.
“kemenangan tak mungkin datang dengan sendirinya, kemenangan harus diraih dengan kekuatan kita. Kita yang menentukan nasib kita sendiri kalah atau menang. Jadi berusahalah dengan bersungguh-sungguh dan yakin bahwa kalian Bisa.” Pak Ari dengan tegas memberikan masukan untuk tim agar tak lengah setelah mendapati satu kemenangan pada pertandingan yang baru saja mereka jalani. Setelah kemenangan ini mereka akan menghadapi tim lain pada sabtu malam. Dan para pemain dipersilahkan pulang kerumah masing-masing setelah mendapat pengarahan untuk pertandingan selanjutnya.

Terlihat sosok Putri dan Bella di tribun penonton, mereka telah berjanji untuk menonton pertandingan pertama hari ini. Dan mereka menepati janji yang mereka buat.
“kau pasti haus, ini minuman untuk mu.” Ujar Putri memberikan minuman botol kepada Rifai.
“terima kasih yah Put.” Rifai meneguk minuman yang telah ia genggam d tangan kanannya.
“ekhem..” Deni berdeham menggoda kedua pasangan yah belum jelas apa hubungan yang mereka jalani.
“apa? Apa yang salah?” ujar Putri terkaget dengan dehaman dari Deni dan menatap mata Deni dan Bella bergantian.
“ehh engga kok engga.” Balas Deni dengan tertawa kecil yang ia tahan.

Mereka semua memang selalu seperti ini, selalu ceria dengan candaan dan godaan mereka. Namun mereka selalu menanggapinya tak serius, hanya sekedar bercanda fikir mereka. Hari demi hari berlalu, tiba saatnya pertandingan Final Turnamen Futsal, sebelumnya dalam laga semi final mereka melawan tim yang cukup kuat dan menang tipis 12-11 yang dimenangkan oleh tim Rajawali dan kini mereka mengadapi WindFokus dari SMA2. Tim itu memang terkenal sangatlah tangguh. Namu tim Rajawali tak menyerah begitu saja.
Tim dari Rajawali masih sama, Gilang, Rifai, Deni, Rohman dan Edi. Dan pemain cadangan sudah disiapkan dengan matang.
Priiitttt... kick off babak pertama dimulai, dengan sekedar 2 kali sentuhan Bola melesat dengan kencang ke arah Rifai, namun dengan sigap Rifai menangkapnya dengan tenang. Di lemparlah bola ke arah gawang menuju Rohman yang sudah dalam posisi bebas tanpa kawalan, dengan reflek secepat kilat setelah Rohman mendapati bola dikakinya dia langsung menendang dan kemudian, terjadilah hal yang menarik, dengan reflek tinggi sang penjaga gawang telah memblok bola keluar garis pertahanan dan hanya membuahkan tendangan sudut untuk tim Rajawali. 20 menit babak pertama tak terjadi gol satu pun, hanya menyisakan sebuah kelelahan bagi masing-masing tim.
“coach, kita harus mempunyai strategi lain untuk bisa menembus pertahanan Tim lawan.” Gilang sang kapten berusaha meminta sebuah strategi baru untuk dapat memenangkan pertandingan ini.
“iya Gilang, kalian jangan kawatir, bapak akan memikirkan sesuatu strategi untuk pertandingan kali ini. Kau tenangkan saja pemain lain untuk dapat menguasai emosi mereka, jangan samapai terperangkap jebakan musuh.” Ujar pelatih tim Rajawali.
“iya coach.” Gilang kemudian menghampiri para pemain untuk memberi masukan.

Babak kedua telah di mulai, namun naas di menit ke3 babak kedua pemain Rajawali Edi berusaha menembak dari jarak yang bagus namun terkena takel terlebih dahulu yang membuat kakinya cedera dan tak bisa mengikuti pertandingan lagi. Pemain dari WindFokus mendapat ganjaran berubah kartu kuning. Kini tendangan bebas yang didapatkan oleh tim Rajawali dan Fili pengganti edi akan mengambil kesempatan ini. Namun penjaga gawang tampil bagus pada pertandingan kali ini, dia sangat mudah menangkap Bola yang di lesatkan oleh Fili. Serangan balik dari WindFokus membuahkan hasil, dengan kerjasama yang apik mereka berhasil mencuri satu gol, umpan matang dari Lutvi yang kemudian di dapat oleh Firdy dan dia menembak dari jarak yang tepat namun Rifai berhasil memblok tendangan itu tanpa terduga bola liar itu di dapatkan oleh Wendy, Rifai masih dalam posisi terjatuh setelah memblok tendangan Firdy, dengan sigap Wendy menendang bola ke jala gawang kosong yang tanpa terkawal oleh satupun pemain rajawali. Pertandingan menyisakan 4 menit dibabak kedua ini, tim Rajawali berusaha membangun serangan, hasilnya tak sia-sia Fili dengan kepalanya berhasil menyelamatkan tim dari kekalahan setelah menyundul umpan Rohman dari sudut gawang. Kini skor menjadi seri 1 lawan 1 dengan sisa waktu kurang lebih 1 menit. Di menit-menit terakhir hampir saja Rajawali melakukan kesalahan dengan tak menjaga ketat pemain dari WindFokus namun pada saat terakhir keberuntungan menyertai Tim Rajawali, tendangan dari Gilang sang kapten sangat keras menuju kearah kiri dari penjaga gawang, dengan maksud memblok tendangan, defender dari WinFokus ini malah Cuma membelokan sedikit  sehingga menuju kearah sebaliknya, sang penjaga gawang sudah melompat kearah kiri namun bola berpindah jalur kekanan dan terjadilah Gol indah dan sekaligus membawa Tim Rajawali menjuarai Turnamen ini.
Mereka semua merayakan keberhasilan ini dengan mengadakan acara seadanya di sekolah pada malam hari, dan hanya boleh di hadiri oleh para pemain saja. Mereka mendapati hadiah uang dan pialan super besar berwarna emas dan bertuliskan juara 1 Turnamen super Cup.
••••
Semua berjalan dengan apa yang mereka harapkan. Rifai dan Deni bermaksud mengajak Putri dan Bella makan malam dirumah Deni yang cukup terkesan megah, namun kekayaan tak membuat Deni buta, dia lebih milih berjalan kaki kesekolah bersama sahabatnya daripada menaiki motor keren yang dibelikan oleh kedua orang tuanya sebagai hadiah ulang tahunnya.
“Hey sob, gimana kalo untuk merayakan keberhasilan kita menjuarai turnamen kita ajak Putri dan Bella untuk makan malam dirumah gue? Gimana?” Deni bermaksud merayakan keberhasilan mereka dalam menjuarai turnamen untuk makan malam.
“okeh, gue setuju sob. Elu aja yang atur. Elu telfon Bella gue telfon Putri. Okeh?”
“bisa di atur, laksanakan.” Tutup Deni dengan nada semangat.

Setelah semua diatur sedemikian rupa mereka menjemput Putri dan Bella di rumah Bella. Tentu jika Putri jujur kepada kedua orangtuannya mereka pasti tak akan setuju, Putri hanya bilang ingin main kerumah Bella untuk mengerjakan tugas. Semua berjalan santai sampai pada akhirnya tiba dirumah Deni dengan perasaan ceria.
“mari silahkan masuk.” Deni menawarkan mereka untuk segera masuk ke dalam rumah dan berhubung cuaca di luar memang sedah banyak angin membuat kulit terasa membeku seketika.
“jadi dalam rangka apa ini? Aku masih belum terlalu mengerti rencana kalian?”Gumam Putri menatap Deni dan Rifai secara bergantian, berharap mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang melintas dibenaknya.
“well ini hanya upacara atau ya merayakan keberhasilan kita memenangkan turnamen.” Deni mengedipkan sebelah matanya kepada Bella dengan genit diselingi tawa kecil yang ditahan.
“Mari kita santap hidangan yang ada.” Ujar Deni sembari mengambil makanan yang ada dihadapannya. Pelayan rumah Deni sudah menyiapkan semuanya, hidangan mewah nan sederhana.
“hey Bella?” suara Deni berbisik kepada Bella yang duduk disebelahnya dengan anggun.
“iya kenapa?” suara Bisikan Deni dibalas oleh suara pelan dari Bella.
“kau harus membantu kami?
“membantu dalam hal apa?” Bella mengerutkan dahinya penasaran.
“hari ini dan malam ini Rifai mau nembak Putri, kau bantu mempersiapkan semuanya. Setelah Rifai sudah nembak Putri tekanlah tombol ini dan lihat kejutannya.”Deni menjelaskan maksud dan tujuan mereka mengajak makan malam di rumah Deni.
“memang kejutan apa?” Bella penasaran.
“sudahlah nanti tekan saja.” Komando dari Deni telah di berikan kepada Bella bermaksud agar semua berjalan lancar. Makan malam selesai, kini mereka hanya mengobrol hal-hal ingin mereka bahas. Well inilah saatnya Rifai melaksanakan aksi gemilangnya.
“Put?” Rifai memang sudah pandai menaklukan hati wanita, namun keseriusan akan berpacaran telah nampak diwajah Rifai yang mulai memerah.
“iya?” Putri hanya memandang wajah Rifai dengan penuh percaya diri tinggi. Rifai bangkit dari tempat duduknya menarik tangan Putri untuk segera ikut bangkit dan tibalah Rifai menyatakan perasaannya. Rifai Berlutut dihadapan Putri, menggenggam tangan Putri dengan lembut, Bunga karya dari Rifai sudah ada di tangan kanannya untuk diberikan kepada Putri, Rifai menatap wajah Putri dengan senyumannya.
“Put, kurasa inilah saat yang tepat bagiku untuk memulai masa Depanku. Kau tau selama ini kita memang akrab sebagai sahabat, namun aku tau seharusnya aku tak menodai persahabatan ini dengan perasaan ku yang menginginkan lebih. Namun aku sangatlah takut kehilanganmu, aku ingin memilikimu seutuhnya, menjagamu, menjadi imamu kelak. Mau kan kau menjadi Pacarku?” Rifai mengungkapkan seluruh perasaanya kepada Putri, menunggu jawaban yang ia harapan, seperti halnya Deni dan Bella. Deni dan Bella menekan tombol yang ia rencanakan tadi kemudian muncul dari atas spanduk dengan bertuliskan ‘Putri maukah kau menerimaku menjadi pacarmu’ Putri hanya tertawa kecil melihatnya, entah hal apa yang dipikirkan oleh Putri namun jawaban terbaiklah yang ditunggu oleh Rifai. Putri mengangguk-angguk kecil menandakan bahwa ia menerima Rifai menjadi pasangannya. Rifai memberikan karangan Bunga indah yang ia rangkai sendiri ditoko Bunga yang sering ia jumpai ketika berangkat skolah, Rifai berdiri dan memeluk Putri meluapkan emosi bahagianya. Tak dikira, semua pelayan menyaksikan kejadian tadi dan bertepuk tangan merayakan keberhasilan itu. Pada malam itu mereka seperti larut dalam kebahagiaan.

Beberapa bulan sudah Berlalu, kini mereka telah lulus dengan Nilai yang sempurna. Mereka merayakan keberhasilan mereka seperti biasa, keliling toko buku, ke tanam, makan-makan, melakukan apa saja yang menurut mereka senang dan mengasikan. Putri bermaksud memperkenalkan Rifai kepada kedua orang tuanya malam ini. Kini Rifai sudah berada di depan rumah Putri, dan Putri sudah menyambutnya di depan rumah dengan manis, pita biru menggantung indah dikepala mungilnya, rambut yang dikuncir kuda membuatnya nampak sangat manis pada malam itu. Membuat jantung Rifai berdegup kencang.
“mari silahkan masuk.” Putri dengan lembut menuntun lelaki itu menuju ke ruang makan dan sudah ditunggu oleh mamah dan papah Putri.
“Selamat siang Om, Tante.” Suara Rifai lembut menyalami kedua orang tua Putri yang sudah menunggu kehadiran dari Rifai.
“silahkan duduk nak.” Suara Ibu sophia menghangatkan telinga Rifai yang sedari tadi diselimuti perasaan gugup. Ibu Sophia memang sangat ramah kepada semua teman dari Putri, hanya saja ayahnya yang memang galak karena terlalu mengkhawatirkan Putrinya, terlalu membandingkan antara kaya dan miskin, bukan tanpa alasan, ayahnya menggunakan alasan itu karna dulu Putri hampir saja diculik oleh seseorang tak dikenal yang di daerah pegunungan sewaktu kecil. Jadi ayahnya terlalu kawatir Putri anak keduanya ini terjadi apa-apa jika bermain atau bergaul dengan orang asing. Mereka semua sudah duduk pada posisinya, siap menyantap makanan yang sudah disediakan oleh pelayan rumah ini.

“jadi seberapa besar uang yang ingin kau dapatkan dari Putri?” suara Ayah Putri berubah menjadi waspada dan menaruh curiga kepada Rifai bahwa Rifai hanya ingin mendapatkan kekayaannya saja. “iya, kau mendekati Putri ku hanya untuk uang kan, semua orang miskin memang seperti itu.” Suara Pak Jonathan meninggi.
“maaf om, aku tak serendah itu, aku masih mempunyai harga diri. Aku mencintai anak Om tulus dari hati.” Rifai berusaha menenangkap hatinya yang merasa tertindas oleh ucapan dari Pak Jonathan.
“alah Cinta Cinta, kau ini mengerti apa tentang cinta.” Ucapan dari ayah Putri sudah tidak bisa terbendung lagi, cacian makian terlontar jelas dari mulut pak Jonathan.
“maaf om aku tak serendah itu. Permisi om, Tante, Putri.” Suara Rifai melandai dan mengiringinya untuk pergi dari tempat mengejamkan itu.
“ayah!!.” Suara Putri menegaskan kepada ayahnya. Lalu Putri mengejar Rifai hingga sampai di gerbang depan.
“Fai, maafkan ayahku sudah berlaku kasar padamu. Aku tak bermaksud menghinamu dengan mengajakmu kesini. Aku minta maaf, ini semua salahku.” Suara Putri terisak dan tersedu-sedu membuat hati Rifai berubah pikiran, bahwa semua itu bukan rencana jahat dari Putri, Rifai sudah mengenal betul sifat dari Pacarnya itu. Putri adalah anak yang baik dan cerdas tak mungkin mempunyai fikiran jahat.
“aku mengerti Put. Aku ini lelaki, aku kuat jika harus berhadapan dengan ayah mu lagi. Aku tulus Cinta kepadamu, akan aku hadapi apapun rintangannya. Hujan maupun badai sekali pun yang menghalangi akan aku terjang.” Rifai berusaha menyakinkan Putri bahwa ia tidak apa-apa setelah dicaci maki oleh Ayah Putri. “namun sepertinya ini bukanlah saat yang tepat Put. Aku harus pergi.”
“Maafkan aku yah.” Suara putri masih terisak.
“sudahlah sayang, aku tidak apa-apa. Aku mengerti.” Rifai yang memang tegar mengusap airmata yang mengalir di pipi Putri dengan lembut, di kecupnya Dahi putri lalu berpamitan pergi.

Malam itu Putri mengurung diri dikamarnya, pintu dikuncinya dari dalam, pelayan mencoba membujuknya untuk makan karena pada malam itu putri tak makan sama sekali karena kejadian itu. Rifai yang di kenal Putri adalah seorang yang tangguh dan berpendirian tinggi pada perinsipnya untuk tetap berjuang atas impiannya.
••••
Kini mereka telah lulus dari sekolah, semua masih sama. Deni dan Bella masih sering bertemu entah itu dimana hanya mereka yang tau. Disuatu malam, di temani guntur yang menggelegar dengan hebatnya, lagi, lagi dan lagi. Rifai merasa gelisah, perasaan yang menyelimutinya ini tak seperti biasa, foto berlapis kaca yang terpampang di dinding kamar Rifai pecah secara tiba-tiba dengan diikuti suara guntur. Rifai memang tidak percaya akan suatu pertanda seperti ini, namun pikirannya berubah tertuju pada sang Putri.
“semoga ini hanyalah perasaanku saja.” Gumam Rifai menatap kaca foto yang retak itu.
Esok harinya dia menanyakan kabar Putri kepada Bella, entah kenapa Rifai tak bertanya langsung saja kepada Putri atau Menghubungi putri lewat telfon. Namun yang jelas ia lega karena bela tidak kenapa-kenapa. Suara telfon Rifai berbunyi dengan tiba-tiba, Rifai tersenyum ke arah Deni dan Bella secara bergantian. Ternyata itu dari sang Putri.
“Putri.” Dia masih tersenyum dan mengangkat telfon itu.
“angkat sob.” Ujar Deni membalas senyuman Rifai. Bella hanya ikut tersenyum setelahnya.
“Fai, bisa kamu kerumahku sekarang juga?” ucap Putri diseberang sana.
“tentu, aku akan kesana. Akupun sekarang sudah ada d sini, aku sedang di rumah Bella bersama Deni.”
“baguslah.” Setelahnya Putri hanya menutup telfon itu tanpa pamit ataupun salam manis lain.

Rifai kini sudah berada didepan rumah Putri dan Putripun sudah menunggu Rifai dengan anggun di balik pintu Gerbang, menuntunya masuk kedalam rumah. Ibu dan Ayah putri sudah menunggunya di kursi depan rumah Putri.
“baguslah kau sudah datang bocah! Putri akan menjelaskan semuanya. Ayah dan Ibu akan menunggu di dalam Angel. Dan setelah itu kau pergi.” Suara dari ayah Putri meninggi  seperti ancaman, seperti rudal yang siap memporak porandakan sebuah gedung tinggi. “ayah tunggu didalam angel.”
“Sebelumnya aku minta maaf yah Sayang, mungkin sekarang terakhir kalinya kita ketemu.” Rifai masih terdiam tak mengerti. Suara Putri terisak didepannya Rifai yang berusaha menahan kesedihan dari raut wajah Putri.
“apa maksudmu?” suara Rifai mulai meninggi.
“aku.. aku..” Putri tak bisa mengontrol emosinya, air mata mulai mengaliri pipi Putri.
“aku apa? Jika kau seperti ini aku tak bisa mengerti.” Rifai mulai berfikir hal-hal yang mungkin terjadi hingga emosi seketika keluar perlahan. Namun Rifai sangatlah mencintai Putri, dia tidak akan memarahi atau memaki pacarnya itu. “sudahlah sayang, ucapkan saja kepadaku, aku akan menerima semua apa yang kamu katakan.”
“aku.. aku akan pergi ke korea untuk melanjutkan kuliah disana.” Suara putri masih terisak.
“lalu apa masalahnya? Kita kan masih bisa berhubungan, benarkan? Aku akan selalu setia menunggumu disini. Pasti.” Rifai mencoba menguatkan Putri yang bahunya sudah mulai berguncang karena menangis.
“tidak sayang, kita tidak bisa berhubungan lagi.” Rifai terkaget mendengar itu semua. “aku sudah dijodohkan oleh papaku, aku akan dijodohkan dengan anak teman papaku disana. Aku tak bisa menolaknya. Papaku terlalu keras kepala untuk keinginannya.”
“biarkan aku yang berbicara kepada ayahmu agar merubah pikirannya.” Rifai ingin melangkah pergi menuju ayah Putri, namun sekejap Putri menarik tangan Rifai dan memeluknya erat. “Rifai, aku mencintaimu. Aku sangatlah mencintaimu. Maafkan aku kita tak bisa bersama lagi. Papaku menginginkan kita putus hubungan. Hubungan kita sudah cukup sampai disini. Selamat tinggal.” Putri mencium pipi dan bibir Rifai sebelum melangkah pergi, dan mungkin itu adalah ciuman terakhirnya. Putri pergi masuk kedalam rumahnya. “Pergilah.” Ucap Putri kepada Rifai untuk yang terakhir kalinya. Rifai memandang wajah kekasihnya yang penuh dengan kesedihan, matanya berkaca-kaca ikut larut dalam kesedihan yang amat sangat mendalam. Rifai hanya memandangi punggung kekasihnya itu yang melangkah pergi tanpa bisa mengucapkan sepatah katapun, hingga dia lenyap di balik pintu.

Putri berangkat malam ini juga menuju bandara terdekat. Rifai berusaha menghubungi Putri lewat telfon namun tidak pernah aktif setelah dia melangkah pergi menjauh dari rumah Kekasihnya. Raut wajah kesedihan adalah wajah terakhir yang ia ingat. Rifai berinisiatif mengikuti mobil Putri dari belakang bersama Deni dengan motornya. Menuju bandara mengikuti mobil Putri namun tanpa sepengetahuan Putri. Sepanjang perjalanan Putri selalu teringat kepada Rifai, benda pemberian Rifai sebuah Boneka ungun wangi strobery menjadi teman terakhirnya sekaligus kenangan dari Rifai. Tiba akhirnya Putri masuk kedalam pesawat yang akan ia naiki menuju korea bersama kedua orang tuanya.
“selamat Tinggal Rifai, selamat tinggal Sayang, selamat tinggal My King.” Ucapan terakhir Putri yang maksud ditunjukan untuk Rifai, namun Putri hanya menatap kelangit berharap langit menyampaikan perasaan Cintanya kepada Rifai. “Selamat tinggal Putri, selamat tinggal sayang, selamat tinggal My Queen.” Rifai pun mengucapkan hal yang sama kepada Rifai seperti langit yang mendengar doa dari Putri lalu menyampaikannya dengan baik kepada pangerannya. Rifai tertunduk setelahnya, dia hanya melihat sebuah pesawat yang lepas landas, pesawat itu lah yang memisahkan Putri dengan Rifai. “Setidaknya dia sudah Bahagia disana, Bahagia walau bukan denganku.” Rifai tersenyum sedih menatap pesawat yang menjauh pergi dengan mata yang berkaca-kaca.
••••
Benak Rifai langsung menghangat ketika membayangkan Putri. Dia sudah merindukan Putri ketika mengingat Putri tak akan pernah kembali. Tetapi memang seperti ini lah pasangan sehat. Saling merindukan. Namun rindu yang Rifai rasakan berbeda, ia merasa rindunya tak akan pernah terbalas. Rifai tak bisa membuka hati untuk orang lain, dia masih menyimpan rasa ini untuk Putri. Dia berharap Putri akan kembali dan memeluknya erat, walau dia tahu mungkin ketika Putri kembali ke indonesia sudah pasti dengan calon suaminya.
“sob ayok, kita berangkat?” Deni mengagetkan Rifai yang sedang melamun di sudut kampus tempatnya menempuh pendidikan bersama Deni. Rifai dan Deni kuliah di satu universitas yang sama, seluruh biaya perkuliahan Rifai di tanggung semua oleh keluarga Deni, mengingat Rifai selama ini telah berubah menjadi lebih cerdas dan selama ini keluarga Deni adalah saudara jauh Dari keluarga Rifai.
“lah elu pikun atau pura-pura pikun sih? Jelas-jelas sepatu udah lu pake, rompi buat latihan udah rapi elo pake! Sekarang kan jadwal Futsal.” Deni mengingatkan kesal.
“oh iya, sorry sorry. Ayok berangkat.” Suara Rifai mulai tegas dan terdengar jelas semangat yang nampak walau sebelumnya ia sedang memikirkan sesuatu hal yang membuatnya sedih.
Kini Rifai menyibukkan diri dengan hal-hal yang membuatnya lupa akan masalalunya. Apakah bisa? Tentu tidak, dia masih selalu teringat dengannya. Dengan Putri.
Ingatan menyakitkan itu masih terasa menyakitkan baginya, ketika dia dan kekasihnya harus dipisahkan secara paksa oleh sebuah perjodohan. Melihat dengan mata kepalanya sendiri dia melangkah pergi meninggalkannya, namun semua itu bukan karna kehendak kekasihnya, Putri. Melainkan karena perjodohan yang dibuat oleh ayahnya.
Malam itu juga Rifai melangkah sendirian menuju Taman di mana mereka dulu bisa bercanda bersama dengan sahabat-sahabatnya. Mengingat hal-hal indah bersama, walau ia tahu ia tak akan bisa memutar waktu untuk kembali. Rifai membayangkan Putri sedang duduk di sampingnya, menatap matanya penuh cinta sampai tersenyum-senyum sendiri tak memperdulikan orang lain yang menatap dan menganggapnya gila karena tersenyum sendiri.
Satu tahun berlalu, Rifai masih tetap tidak bisa membuka hatinya untuk wanita lain walau ia mempunyai banyak teman wanita cantik di kampusnya. Dan Rifai mendapati kabar yang cukup ia inginkan selama ini, bahwa sang Putri telah kembali ke Indonesia. Rifai mendapatkan kabar ini dari Bella sahabat Putri, dan hari ini Putri dan Bella akan berkunjung ke toko buku tempat dimana mereka selalu menyempatkan untuk datang kesini. Rifai yang mendapati kabar itu secara diam-diam mengikuti mereka dari kejauhan, ia menatap sang Putri dengan seksama dibalik rak buku yang ia jadikan sebagai benteng persembunyian dari Putri agar ia tak tahu bahwa Rifai mengikutinya.
“dia masih cantik, masih sama seperti dulu, model ikatan rambut belakangnya masih sama seperti dulu. Dan lebih tinggi.” Rifai tersenyum melihat Putri yang ia rindukan selama ini. “andaikan ia tahu perasaanku masih sama. Aku tak akan ragu memintanya untuk kembali.” Gumamnya dalam hati.
Rifai terus menerus memperhatikan Putri dari kejauhan. Hingga putri hampir saja merasakan kehadirannya.
“kenapa kamu Put?” Bella menanyakan sesuatu kepada Putri karena Putri sempat menoleh ke belakang dengan curiga. Putri merasakan seperti diawasi, namun memang benar, Rifailah yang mengamatinya sedari tadi, namun Putri tak mengetahuinnya.
“hmm engga, ini kok aku rasa kaya ada yang mengawasi yah?” gumam putri.
“engga ada siapa-siapa kok yang mencurigakan. Hanya pengunjung lain yang ada dan itupun mereka sedang sibuk dengan buku-buku ditangannya.” Ujar Bella seraya mencoba membuat Putri lebih tenang.”
“Bella?” Putri menoleh kearah Bella dengan raut wajah yang kebingungan.
“Iya Put ada apa?”
“kamu temenin aku yah kerumah Rifai sekarang?” tiba-tiba Putri memintanya untuk menemani Putri, entah apa yang ingin ia katakan. Dari kejauhan Rifai tak mendengar apapun yang mereka bicarakan. Ingin mendekat namun itu hal bodoh, ia bisa ketahuan dari persembunyiannya.
“maaf Put, aku engga tahu rumah Rifai, dia pindah rumah setelah beberapa hari setelah lulus. Dan hanya Deni yang tahu, aku mencoba menanyakannya namun Deni tak memberitahuku.” Bella menjelaskan sesuatu tentang Rifai yang sudah lama pindah rumah, entah karna hal apa.
“kenapa?” tanya Putri singkat.
“entahlah. Deni tak pernah mengijinkanku menanyakan tentang hal itu, karena Rifai juga melarang Deni membicarakan hal itu.”
Sementara itu Putri kebingungan akan apa yang harus ia lakukan setelah ini. Ia berniat untuk menemui Rifai sedari tiba di Indonesia. Kemudian munculan ide dari benak sang Putri.
“ayok ikut aku Bell.” Ujar Putri sembari menarik tangan Bella.
“kemana Put?” Bella kebingungan dengan tarikan Putri yang mendadak ini.
“kita pulang ke rumah kamu Bell. Dan ajak Deni juga untuk main kerumah.”
“tapiii...”
“udah lakukan saja. Okeh.” Putri mengedipkan sebelah matanya menandakan idenya akan berjalan sekarang juga.

“lalu ini ada apa? Kok tiba-tiba aku suruh kesini cepet-cepet?” Deni penasaran dan menatap Putri dan Bella bergantian berharap ada yang menjelaskan semua ini. “hay Bella.” Deni mengedipkan sebelah matanya genit ke arah Bella.” Bella hanya tersenyum ke arah Deni membalas kedipan mata yang barusan.
“Hey serius.” Putri berubah serius, matanya sedikit melotot ke arah Deni.
“hah.. kenapa dia?” Deni berbisik kepada Bella.
“inilah yang akan kita lakukan, aku harap kau mau membantuku Deni, mempertemukan ku kembali dengan Rifai. Aku harap kau mau membantu.” Pinta Putri kepada Deni. Lalu Putri menjelaskan semuanya kepada Deni.
“tapi kamu yang bertanggung jawab yah jika Rifai marah.”
“aku akan menerima segala kemungkinan yang terjadi.”

Setelah semua sudah direncanakan sedemikian rupa, dimulailah aksi cantik ala-ala Sinetron. Deni mengajak Rifai ke sebuah taman yang berbeda, bukan tempat dimana dulu mereka Bertemu. Deni mengendarai Mobil bersama Rifai dan Rifai matanya tertutup oleh kain yang membuatnya tak bisa melihat sekeliling.
“Hey Deni, apa yang kamu lakukan, kenapa mataku harus tertutup seperti ini” Dalam perjalanan Rifai terus mempertanyakan perbuatan Deni ini berharap jawaban jelas akan kegilaannya.
“sudahlah aku sedang berkendara ini, kau jangan terus menerus bertanya. Nanti juga kau akan tahu sendiri.”
“jika yang kudahapi hal yang tak menyenangkan kau akan ku hajar Den.”
“ah ancamanmu ini tak berlaku, malah kau akan berterima kasih kepadaku.”
“Berterima kasih?”
“Iya berterima kasih.”
“baiklah terserah apa yang ingin kau lakukan.”

Perjalanan hampir sampai pada akhir. Putri dan Bella telah siap dengan apa yang mereka rencanakan. Mereka menunggu disebuah taman yang sepi pada jam-jam sekarang ini.
“yap kita sudah sampai.” Deni mengingatkan.
“lalu kita ada dimana?” tanya Rifai.
“ayo mari ku antar kau kepada tujuan sebenarnya.”

Deni mengantar Rifai menuju dekat danau, disana segala sesuatunya sudah disiapkan. Sampai pada akhirnya sampailah mereka. Rifai di perbolehkan membuka mata secara perlahan, dan terdapat sosok seorang wanita yang terlihat samar-samar ketika Rifai mencoba membuka mata, matanya belum bisa melihat dengan benar karena efek dari matanya yang tertutup lama, dan alangkah terkejutnya ia melihat sang Putri yang selama ini ia harapkan Untuk kembali. Secara Refleks Rifai memeluk erat sang tuan Putri dihadapan Deni dan Bella, air mata sempat mengalir dari mata Rifai karena kebahagiaan yang ia rasakan.
“eh maaf Put. Aku engga sengaja.” Rifai kikuk tak bisa mengontrol dirinya sendiri di hadapan Putri.
“kau ini, setiap memelukku selalu tidak sengaja.” Putri tersenyum manis. “aku Pulang my King. Aku pulang.”
“kenapa kau ada disini? Cepatlah pulang nanti ayahmu bisa marah melihat kau denganku disini dan calon suami  juga pasti akan marah besar.”
“kau ini bicara apa? Hargailah aku sedikit.” Putri tersenyum. “Aku pulang karena ayahku menyuruhku untuk menemui mu.”
“apa? Apa kau tak salah bicara Put? Kau pasti bercanda.” Rifai terkaget dan tak percaya dengan apa yang ia dengar barusan.
“aku serius. Kini ayahku sadar akan keegoisannya. Dia memberikanku pilihan untuk hidup. Dan aku memilihmu untuk menemani hidupku.”
“lalu bagaimana dengan acara perjodohanmu?” Rifai masih bertanya-tanya apa yang ia hadapi sekarang.
“ah lelaki itu? Dia bukan orang yang baik. Dia ku pergok berselingkuh satu hari sebelum acara Tunangan. Dan aku memergokinya bersama ayahku. Jadi ayahku tahu akan semua ini,  ketika aku dan ayahku sedang berjalan-jalan dengan ayahku, kami melihatnya bersama wanita lain, ayahku berubah fikiran dan ayahku mengijinkanku untuk kembali ke indonesia. Dan kembali bersamamu.”
“kau serius?” Rifai masih tak percaya ia menghadapi situasi bahagia seperti ini, mendengar hal yang ia dambakan selama hidupnya.
“aku tak pernah seserius ini.” Putri melemparkan sebuah senyuman manisnya yang selama ini tak pernah Rifai lihat.
“kalau begitu maukah kau kembali kepadaku my Queen, mau kah kau menjadi istriku? Menjadi ibu dari anak-anakku?”
“aku sangatlah sangat ingin menjadi pendamping hidupmu untuk selamanya. Namun kau juga harus meminta restu dari kedua orang tuaku.”
“tentu.” Rifai tersenyum. Semua hal yang ia dambakan kini menjadi kenyataan. Mimpi yang sebelumnya hanyalah bungan tidur, kini menjadi fakta adanya, nyata di hadapannya. Kebahagiaan yang selama ini tertunda kini sudah berada di genggamannya. Didapatkannya.
••••
“siska, ini buku yang kemarin aku pinjem. Makasih ya udah mau minjemin.” Putri mengembalikan buku yang ia pinjam dari temen semasa masih sekolah dulu, buku yang menurutnya bagus dan menginspirasi, sebuah Novel dan beberapa buku motivasi.
“okeh, sama-sama.” Balas Siska temen Putri. Setelahnya Putri kembali menghilang entah kemana. Rifai mencoba mengunjungi rumah Putri namun yang ia dapat hanyalah rumah kosong, menurut satpam yang menjaga rumah itu, rumah itu baru saja di tinggal pemiliknya. Dan Putri tak pernah bercerita apapun jika sudah pindah rumah.

Di sisi lain Rifai bingung akan kelakuan Putri hari-hari ini, dia tidak seperti dulu yang selalu ngasih kabar. Kini dia menghilang entah kemana, kontak di hp sudah tidak aktif lagi. Rifai berkunjung ke rumah Bella dan di situ ada Bella dan Deni.
“eh Bell kebetulan banget, Putri kemana sih udah lama banget dia engga pernah ngehubungin aku ngabarin aku dan semua kontak engga bisa di hubungin, semua nonaktif.”
“aku juga engga tau Rifai.” Bella berusaha menutupi sesuatu, namun raut wajahnya nampak serius akan hal yang benar-benar tidak di ketahuinya. “orang aku juga engga ketemu-ketemu sama dia.”
“ahh boong kamu, engga mungkin kamu engga tau.” Rifai mengacungkan jari telunjuknya kearah Bella berusaha mengorek apa yang ia inginkan tentang kabar dari Putri.
“lah beneran, dia juga engga ngabar-ngabarin aku, ini buktinya aku sms engga di bales ama dia.” Bella membuka hanphonenya untuk menunjukan bukti bahwa ia tidak tahu apa apa.
“udah ah, aku mau jalan nih sama kesayangan Deni.” Deni berdiri sambil menggandeng tangan Bella yang ingin pergi jalan-jalan. Tiba-tiba telfon berdering menandakan ada sebuah panggilan masuk dan ternyata itu dari Putri, Rifai pun mengangkatnya dengan gembira mendapati Putri yang ia rindukan menelfon.
“Hallo Putri eh kamu kemana aja..” belum sempat Rifai ngomong sesuatu hal sampai tuntas Putri memotong pembicaraan Rifai.
“sorry Rifai selama ini aku engga ngasih kabar karena ada pekerjaan yang engga bisa aku tinggal.” Putri menjelaskan hal yang selama ini menghilang entah kemana.
“Besok kan kamu ulang tahun nanti kita ketemuan yah di rumah Bella.” Balas Rifai dengan gembira.
“okey.” Putri singkat.
Rifai sangat senang pada saat itu. Dia membiarkan Deni dan Bella berjalan-jalan berduaan, dan Rifai hanya menunggu di rumah Bella.
Di hari ulang tahun Putri, Rifai mencoba membuat kue ulang tahun sendiri, kini dia bisa membuat kue ulang tahun sendirian setelah belajar dari internet dan mamahnya. Kriiiingg... telfon berbunyi Putri menelfon kembali untuk yang kesekian kalinya.
“hey Putri aku senang kamu menelfon, sekarang aku sudah bisa buat kue sendiri loh, ini untuk ulang tahun nanti malem yang akan kita rayain di rumah Bella. Selamat ulang tahun yah..” Ujar Rifai masih dengan kegembiraan yang melekat pada dirinya.
“Rifai?” Putri memanggil nama kekasihnya dari seberang sana.
“iyah?” Rifai menjawab dengan tersenyum.
“aku sudah tunangan, papaku sudah memilihkan orang yang tepat buat aku, dia anak dari client papa aku, papaku berubah pikiran lagi. Dia akan tetap menikahkan aku dengannya. Kini tunanganku sudah ada di samping aku. Dia menyangka kita mempunyai hubungan yang istimewa. Tolong bilang kalo kita Cuma sebatas teman Fai, engga pernah lebih dari itu. Rifai, tolong?”
“Kita Cuma temen, dan tak lebih dari itu.” Semua telah terucap. Rifai tak kuat lagi menahan air mata yang akan keluar. Walau dia lelaki sejati namun ia juga masih punya perasaan, dan kini perasaannya tercabik-cabik tak bersisa barang sedikitpun. Handphone yang di genggamnya jatuh tak kuasa lagi tangannya menggenggam erat.
“thanks.” Singkat Putri. Dan menutup telfonnya.
Rifai mencoba menghubungi Putri kembali, namun yang ia dapati hanya suara dari operator telfon yang menandakan nomor Putri sudah tidak aktif lagi. Rifai meluapkan emosi itu di depan handphone yang ia pegang secara membabibuta.
“Putri, Putri kamu tau kan kalau aku ini sangat mencintaimu, aku sangatlah mencintaimu. Dan kamu pun pernah bilang kalau kamu juga mempunyai perasaan yang sama. Aku sedang merasakan bahagia sekarang karena akan bertemu denganmu di hari ulang tahunmu ini. Apa kamu engga bisa bilang di hari lain!?!?” suara Rifai terisak. “dan satu lagi, kenapa harus ngomong di depan dia sih? Kenapa? Kenapa?” suara Rifai meninggi, dia terus marah-marah sendiri di dapur. Tak ada yang mendengar.

Sejak saat itu, Rifai hanya melamun dan melamun di kamar seharian. Orang tua Rifai mengira bahwa Rifai baik-baik saja karena Rifai mampu menyembunyikan rasa sakitnya dengan baik. Namun tidak dengan sahabatnya ini. Deni. Deni main kerumah Rifai yang kini ia sudah tahu dari dulu. Rifai hanya terduduk melamun di atas kasur empuknya.
“ya ampun sob, elu kaga tidur semaleman?” Deni menanyakan dengan kawatir. Rifai hanya mengeleng pelan.
“sob, elu tuh bisa mati kalo gini terus?” Deni mengingatkan.
“gue engga ngerti salah gue ini apa.” Rifai masih setia dengan lamunannya. Seperti orang yang sedang kebingungan.
“elo tuh engga salah sob, hanya Putri nya aja yang salah.”
“gue engga nyangka dia bisa sejahat itu sama gue, ninggalin gue, kaga biasanya dia langsung nyerah kaya gini atas perjodohan ayahnya.”
“ya kadang-kadang sih emang elonya juga yang terlalu baik. Okeh sekarang elo harus ikut gue sekarang juga, kita keluar dari kamar ini dan dugem gimana? Atau nongkrong? Atau yah berburu buku? Atau kita makan yuk, seharian elo di sini mulu.” Rifai hanya membalasnya dengan menggerakan kepalanya pelan ke kanan dan ke kiri.
“Den, gue tahu apa yang harus gue lakuin, kita harus ke tempat Putri. Paksa Bella untuk kasih tahu Putri tinggal sekarang, kalau dia engga mau kita tanya sama temen Putri yang lainnya. Gue mau liat tunangannya kaya apa” Rifai tiba-tiba sadar dari lamunannya. Dan Bella tidak mengatakan di mana Putri sekarang, namun Rifai kini mengetahui dari teman lainnya.
“ah elu becanda kan, gila lu sob. Elu pasti tau segala resikonya kalau kita kesana sob.”

Kini Rifai dan Deni sudah berada di depan rumah Putri, mereka menekan tombol bel yang sudah ada di samping pintu yang masih tertutup rapat itu.
“eh sob, inget yah, jaga sikap elo, jaga emosi elo, jangan sampe elo bikin keributan disini.” Deni mengingatkan Rifai untuk tetap tenang andai  saja ada hal yang membuat emosi Rifai meledak. Pintu terbuka dan mendapati Bella yang keluar dari pintu itu.
“eh sayang kok kamu ada di sini?” Deni terkaget karena pacarnya ada di rumah Putri. Bella hanya diam saja tak menjawab apa-apa. Lalu Bella membuka mulutnya.
“eh Rifai, Deni sayang, kok kalian bisa ada di sini.”
“gue mau ketemu sama Putri, gue mau kenalan sama tunangannya.” Ujar Rifai.
“Putri engga ada disini Rifai, namun lebih baik kalian pergi dari sini. Maaf yah.”
“okeh, gue bakal pergi dengan senang hati, gue disini Cuma mau ngasih selamat kepada mereka. Udah itu aja.” Rifai merasakan hal yang menyakitkan merasuki hatinya.
“lupain Putri yah Fai, dia udah punya jalan hidupnya sendiri, dan harusnya kamu juga gitu. Maaf sebelumnya.”
“ayo kita balik Den.” Rifai hanya melangkah pergi, mengikuti kakinya melangkah.
“iya.” Deni mengikuti Rifai dari belakang kemudian menoleh ke arah Bella. “aku balik dulu yah sayang.” Deni mengedipkan sebelah matanya.

Kini mereka telah pulang dari rumah Putri. Rifai menjauh dari kehidupan lama, dan mencoba membuka lembaran baru, iya, masih mencoba membuka lembaran baru. Disisi lain Putri dan Bella masih menjadi sahabat.
“gimana dia sekarang?” Putri menanyakan hal tentang Rifai yang sebelumnya datang kerumah itu.
“dia sepertinya sedih Put, mungkin dia marah besar kepada kamu Put.”
“tidak apa-apa, mungkin lebih baik dia seperti ini.”

Satu bulan berlalu. Kini Rifai sudah hampir bisa melupakan Putri yang dulu menjadi kekasihnya. Namun di lain hal, Putri masih sering sms mengucapkan selamat malam, menanyakan kabar, mengingatkan makan. Namun Rifai tak meladeninya sama sekali. Rifai hanya kesal pada Putri saat itu, tidak dengan Bella, saat mencoba menemui Putri di rumahnya dan yang keluar adalah Bella.

Rifai kini sudah bisa ceria, melupakan segala kesakitan yang ada dan Kembali bermain di rumah Bella bersama Deni. Ketika Rifai sedang bermain di rumah Bella bersama Deni, rifai tak sengaja mengirim sebuah pesan singkat kepada Putri, namun sungguh di luar dugaan kenapa hp Bella yang berbunyi, Rifai penasaran dan mencoba menelfon nomor Putri, sungguh hal yang tak terduga bahwa yang selama ini mengontak Rifai adalah Bella yang disuruh oleh Putri.
“apa?” Rifai terkaget mendengar penjelasan Bella.
“iya, selama ini dia merahasiakan penyakitnya dari kita semua. Gue juga baru di kasih tahu baru baru ini. Iya sebenarnya dia itu engga di jodohkan dengan siapapun. Dia hanya berusaha menghidar dari kamu karena penyakitnya itu. Takut mengecewakanmu lebih dalam lagi, jadi dia berpura-pura dijodohkan”
“jadi dia sebenernya engga tunangan dan di jodohkan?”
“iya, kalau pun Putri tunangan juga sudah pasti dia hanya ingin denganmu, menikah denganmu. Putri sudah tidak sanggup lagi untuk menghubungi kamu langsung, dan Putri juga yang menyuruh aku untuk seperti ini.” Bella menjelaskan semua apa yang sebenarnya terjadi.
Dan kini Putri sedang berada di rumah sakit, dirawat agar sembuh. Rifai mencoba untuk membujuk Bella supaya mau mengantarkan Rifai ke rumah sakit tempat Putri dirawat. Dalam perjalanan, Rifai hanya termenung bertanya-tanya dalam pikirannya akan keadaan Putri. Deni yang mengendarai mobil kali ini, dan Bella hanya menunjukan arah harus kemana dia berbelok.

“Putri?” Rifai telah sampai di mana Putri yang sedang terbaring lemah. Dia langsung menghampiri Putri dan memeluknya. “kamu engga akan mungkin bisa menghapus semua tentangmu di pikiran ku dengan cara seperti ini, sampai kapan pun tak akan bisa, tak akan pernah bisa. Aku masih selalu teringat tentangmu.” Rifai mulai meneteskan air mata, dia menangis karena dapat melihat kenyataan yang sebenarnya bahwa Putri masih mencintai Rifai seperti dulu hingga sekarang. “aku akan memberikan kenangan terindah untukmu Put, dan kau tidak akan pernah bisa melarangku untuk memperindah hidupmu.”
“aku takut kamu akan kecewa melihatku dengan penyakit yang bisa membuatku mati kapanpun.” Putri menjelaskan.
“aku tak pernah kecewa akan apapun di dalam diri kamu Put, tak akan. Tak akan ada yang kecewa, tak akan ada yang terluka, tak akan ada yang sakit jika itu didasari oleh rasa Cinta yang besar Put.” Rifai selalu bisa membuat dirinya berguna di saat-saat terkahir yang Putri miliki. “kamu mau kan jadi pacarku lagi?” Rifai menanyakan hal ini agar bisa kembali seperti dulu. Putri mengangguk-anggukan kepalanya menandakan bahwa ia setuju. Dan kini mereka kembali bersatu lagi.

Kini tiba saatnya Wisuda,  hasil yang ia dapatkan, yang ia raih selama menjadi mahasiswa. Rifai lulus dengan nilai baik dan Deni pun tak kalah akan nilai Rifai. Selama berminggu minggu Rifai selalu menemani Putri di rumah sakit, selalu membawakan buku Novel kesukaan putri dan membacakannya untuk Putri. Rifai kini sudah mendapat pekerjaan, dia menjadi manager di sebuah perusahaan besar dikotanya. Setiap waktu luang ia gunakan untuk menemani Putri di rumah sakit, membawakan makanan, membawa buku-buku Novel terbaru atau apa saja yang Putri sukai. Detik-detik yang indah mereka lalui bersama, Putri menggunakan kursi rodanya untuk berjalan-jalan bersama Rifai, ketaman, atau berbelanja buku seperti biasanya.

Rifai sedang berada diruang kerjanya. Menandatangani beberapa dokumen penting untuk meeting. Hingga telfon berbunyi, ia mendapati kabar dari sahabatnya Deni dan Bella yang menyuruhnya untuk segera kerumah sakit.
Ketika sampai disana, Rifai berlari sepanjang lorong rumah sakit menuju tempat kamar Putri di rawat, dia terdiam di depan pintu kamar Putri, membuka pintu secara perlahan, dan mendapati seluruh orang yang ada di dalam kamar itu dalam raut wajah yang sedih dan air mata mengucur deras.
“yang sabar Yah sob.” Deni menepuk pundak Rifai menguatkannya untuk tetap tabah.
Rifai berjalan pelan menuju tempat Putri berbaring dan mendapati Putri yang sudah menutup matanya terbujur kaku. Kanker yang ia alami kini telah mengambil nyawa Putri sang kekasih Rifai. Rifai menggenggam tangan Putri dengan erat.
“Putri, bangun Putri, Bangun.” Suara Rifai terisak dan tersedu-sedu melihat kekasihnya sudah tak ada lagi di dunia ini. Lalu Rifai memeluknya dengan erat, pelukan terakhir untuk sang Putri.
“selamat tinggal sayang.” Rifai mencium kening Putri, dan akan menjadi ciuman terakhir untuknya



The End.

You Be Mine
Ingin kau jadi miliku.

Berjalan beriringan dengan langkahmu.

Diri ini ingin jadi pangeranmu, membangunkanmu dari tidur panjangmu.

Bersama kita temukan arti cinta ini.

Melewati setiap detik Indah bersamamu.

Ingin selamanya ku genggam jemarimu menembus segala ruang dan Watu.

Kaulah hidupku, cintaku, tulang Rusukku.

0 komentar :

Posting Komentar