Rifai dan Putri
••••
~~Putri Wulandari~~
Aku mencoba untuk tersenyum, J kau lihat? Aku
harap kau melihatnya. Kenapa kau pergi begitu cepat? Kenapa kau tega
meninggalkanku seperti ini, apa kau tidak sayang lagi kepadaku? Aku selalu
menunggumu disini, di tempat biasa kita sering berduaan, di tempat pertama kali
kita bertemu. Aku selalu menunggumu disini berharap kau kembali.
Kata-kata itu,
selalu terucap dari mulutnya. Seorang lelaki yang telah di tinggal pergi oleh
kekasihnya. Rifai~~
#FlashBack
“Let’s go bro, kita
berangkat!” ucap Deni dengan penuh semangat sembari menarik tanganku untuk
segera berangkat menuju tempat konser berlangsung.
“okeh! Caw kita
berangkat menuju tempat tujuan.” sahut Rifai membalas semangat Deni, seraya
mengangkat tas kecil tepat disampingnya.
Tentu, mereka
berdua akan menuju tempat di mana di adakannya konser band kesukaan mereka.
Tepat di alun-alun kota dimana mereka tinggal. Hanya saja mereka harus
berkumpul di tempat dimana para fans dari band itu berkumpul kemudian bergabung
bersama mereka. Hanya perlu berjalan kaki beberapa menit dari rumah, dan
sampailah mereka di sana.
Sesampainya mereka
disana, mereka semua langsung berangkat menuju lampu merah terdekat untuk
nebeng di mobil yang mereka temui. Hanya perlu sedikit usaha kecil untuk ikut
dengan mobil-mobil yang melintas di jalan itu.
Sepanjang
perjalanan mereka bernyanyi lagu-lagu dari band yang ingin mereka tonton, maaf
tak bisa menyebutkan nama band ini untuk kalian, tapi kalian bisa menyebutnya X
Band agar terdengar lebih enak. Dan akhirnya mereka sampai di ujung perjalanan.
Tak ada tiket masuk untuk konser kali ini jadi mereka semua bebas masuk.
Kali ini kelompok mereka
berada paling depan karena mereka semua datang beberapa jam sebelum konser
dimulai. Jarum jam terus berputar semua penggemar dari X Band mulai berkumpul
Seluruh lapangan di penuhi menjadi lautan manusia. Spanduk bertuliskan X Band
mulai di kibarkan, tentu kelompok merekapun tak kalah juga membawa semua
atribut tentang X Band ini.
“kita tak boleh
terpisah dari kelompok, agar tak terjadi sesuatu hal yang tidak di inginkan,
dan jika terpisah berkumpullah di taman dekat sini agar kami bisa jemput kalian
yang terpisah.” Ujar ketua kelompok mereka, Johan. Johan memang dikenal sebagai
ketua kelompok yang ramah, bertanggung jawab atas kepemimpinannya, dia selalu
mendahulukan kepentingan bersama di atas kepentingannya sendiri.
“siap pak boss!” suara
seseorang salah satu dari kelompok dan di ikuti oleh teman-teman lain.
Konser pun dimulai,
lagu andalan mereka bergema memenuhi telinga mereka, yang membuat semangat mereka
terus bergejolak tak henti. 1 lagu, 2 lagu, 3 lagu dan terus mereka semua
menikmati nya. Rifai pun sangat menikmatinya, terus bernyanyi melupakan beban
dihati, itulah yang dia rasakan. Tanpa disadari
Rifai terpisah dari kelompok. Berusaha untuk menemukan mereka? akan terasa
itu mustahil di tempat seramai ini.
“mungkin aku akan
cari mereka setelah konser usai.” Ucap Rifai dalam hati.
Tiba pada akhirnya
konser selesai, matahari sudah hampir tak menampakan wajahnya. Dan Rifai
teringat ucapan Ka Johan ketua kelompok mereka untuk segera berkumpul jika
terpisah. Kakinya mulai melangkah menuju taman di dekat area konser.
Semua berawal dari
sini, di mana mereka bertemu untuk pertama kalinya, disebuah jalan raya dengan lampu-lampu
yang telah menerangi jalan yang mulai diselimuti gelap.
“ah perjalanan
terasa jauh, padahal kan Cuma beberapa tikungan lagi.” Ungkapnya dengan nada
lemah karena capek setelah menghadiri acara konser.
Dengan sedikit sisa
tenaga yang Rifai miliki, Rifai pun terus memaksakan untuk berjalan. Mentari
sudah tak menampakan wujudnya, kini langit sudah berganti dengan jutaan bintang
di langit yang menghiasi setiap langkahnya, dengan didampingi sinar bulan.
Handphone Rifai
tiba-tiba bergetar dengan nada dering yang khas menandakan ada sebuah pesan
singkat masuk di handphonenya.
“sob elu ada di
mana? Kita smua udah nungguin elu di sini nih?” pesan itu dari Deni, sahabat
lamanya yang senan tiasa selalu bersamanya sejak kecil hingga sekarang mereka
beranjak dewasa.
“ah sial, pulsa gue
pake habis segala. Kaga bisa ngapa-ngapain deh gue, Cuma bisa melongo liat
pesan.” Umpatan kecil keluar dari mulut Rifai yang ditunjukan untuk handphone
yang di genggamnya. “ah ini juga dompet gue pake acara ketinggalan dirumah
segala, kaga ada duit satu rupiah pun yang nyelip apa?” Lanjutnya.
Di ujung jalan
nampak terlihat sosok perempuan dengan rambut yang diikat ekor kuda dengan
motor matic di sampingnya yang terlihat agak kebingungan. Dengan tanpa ragu
terasa ada tenaga yang baru saja datang kepada dirinya Rifai menghampiri perempuan
itu bermaksud untuk membantu jika perempuan itu membutuhkan pertolongan.
“Hey, kau kenapa sepertinya
dari kejauhan aku lihat agak kebingungan?” ujar Rifai kepada wanita sebaya itu.
Namun wanita itu menunjukan sikap waspada yang sangat tinggi.
“jangan takut, aku
tidak bermaksud jahat. Aku pun sebenarnya bukan orang sini namun jika kau
bertanya kenapa aku disini? Yah aku jawab, karna aku selesai menonton konser X
Band yang baru saja selesai diadakan dialun-alun kota tadi. Namun nampaknya kau
hanya diam saja dari tadi.” Ungkap Rifai dengan maksud baik.
“kau lucu juga yah,
nyeloteh tak henti seperti burung beo saja.” Balas perempuan itu dengan nada
sinis namun di akhiri dengan tawa kecil.
“kau ini, aku
serius. Oh iya, perkenalkan namaku Rifai Prasetya. Aku biasa di panggil Rifai
namun ada juga beberapa orang yang memanggilku Fai dan ada juga yang memanggil
ku dengan sedikit lebih simpel yaitu Pay. Dari Fai ke Pay. Simple bukan.”
Ungkap Rifai sambil menjulurkan tangannya ke arah perempuan itu dengan maksud untuk
berkenalan.
“namaku Putri,
Putri Wulandari. Kau bisa memanggilku Putri namun ada juga yang memanggilku
Wulan, tapi tak ada yang memanggil ku Dari karna Dari adalah kata terakhir dari
namaku Wulandari.” balasnya dengan di iringi senyuman yang diikuti jabat tangan
diantara mereka.
“hahaha kau rupanya
bisa melucu juga, untuk orang yang sedikit judes di awal tadi.” Balas Rifai
dengan nada sedikit mengejek. “oh iya, ByTheWay kenapa dengan motormu ini?
Mogok?” lanjutnya.
“engga, ini ban
motor kayaknya bocor deh. Hm.. sialnya lagi asik berkendara eh ban motor malah
nyium paku. Kurang kerjaan juga itu paku ngejogrok ditengah jalan.” Putri
dengan nada kesalnya mencoba untuk tenang.
“aku tau kok dimana
tempat tambal ban terdekat tapi bukan sekitar sini, itu di dekat taman yang
disana.” Tawar Rifai sambil menunjuk ke arah taman. Namun nampaknya Putri tak
percaya dengan Rifai “tenang, kau tak usah seperti itu, aku bukan orang jahat,
sumpah.” Lanjutnya.
“baiklah, aku
percaya padamu. Tapi inget jangan macem-macem.” Ujar Putri dengan ancamannya.
“ayok tunggu
apalagi, jalan.” Ungkap Rifai.
“yah elu gi mana
sih, nolong kok setengah-setengah gitu, dorongin dong motornya yaelah.”
Umpatnya dengan rayuan andalan khas perempuan.
“enak bener, motor
siapa tuh, kok malah gue yang dorong.” Balas Rifai. Putri hanya cemberut dengan
muka yang di tekuk. “Baiklah, kau berhasil merayuku. Ah memang perempuan pandai
merayu.” Lanjut Rifai sambil cekikikan.
“udah ah ngobrol
mulu kapan sampenya nih.” Ucap Putri.
“okeh okeh, ayo
jalan. Let’s go” semangat dari Rifai muncul, yang sebelumnya loyo karena
kehabisan tenaga setelah menonton konser namun sekarang malah berbanding
terbalik. Penuh semangat layaknya prajurit yang siap menghadapi lawannya.
Mereka berdua
kemudian melanjutkan langkah kaki mereka, dengan diselingi obrolan-obrolan
kecil.
“hey ini ceritanya
kamu dari mana mau ke mana nih?” tanya Rifai dengan membuka obrolan yang
memecah keheningan.
“kepo ih!” balas
Putri jutek.
“yah itupun kalo
kamu mau menjawab.”
“ahahaha gitu aja
ngambek, baiklah aku jawab. Aku juga sebenernya tadi nonton konser X Band...”
belum selesai cerita Rifai menyerobot pembicaraan Putri.
“hah kau nonton
sendirian?”
“denger dulu ngapa
kalo orang lagi ngomong, ini aku engga nonton sendirian kok. Aku ikut
temen-temen sekitar sini, kebetulan nenek aku tinggal di sekitar sini, ini juga
baru mampir tadi dan sekarang bermaksud untuk pulang eh ada aja halangan pake
ban motor bocor segala.” Ungkap Putri dengan keluhannya yang tak ada ujung.
“ouh jadi seperti
itu.” Balas Rifai.
“lalu kau sendiri?”
tanya Putri dengan sedikit penasaran di benaknya.
“aku? Aku sama
habis nonton juga.”
“kau sendiri yah
nontonya? Berani juga kamu.”
“ah engga, ini aku
bareng kelompok fans X Band. Tapi aku tertinggal jadi sekarang aku mau menuju
taman tempat janjian berkumpul kami.” Ungkap Rifai.
“ouh jadi kita satu
tujuan nih ceritanya, makanya kamu mau bantuin.” Nada sindiran Putri terlihat
cukup jelas.
“yaelah bukan karna
itu juga, kan sesama kita harus saling tolong menolong.” Ucap Rifai dengan
maksud menepis ucapan Putri.
“kita kan engga
sama, aku perempuan sedangkan kamu laki-laki.”
“disaat seperti ini
kamu masih bisa juga yah becanda. Kau lucu. Aku jadi ingin mengetahui tentangmu.”
Ungkap Rifai dengan godaan kecilnya.
“hahaha iya dong,
aku kan orangnya humoris. Hm.. namun apa iya setelah ini kita bakal bisa ketemu
lagi?”
“tentu, kenapa
tidak. Iya kan? jika Tuhan mengijinkan semua hal yang tidak mungkin pasti
menjadi mungkin.” Ujar Rifai. “eh itu didepan kita sudah sampai nih, ga terasa
yah kita sudah sampai, padahal perjalanan cukup jauh.” Lanjutnya.
“Hey Rifai, makasih
yah kamu udah bantu aku. Maaf ngerepotin.” Ucapan terima kasih dari Putri
menandakan mereka akan berpisah disini.
“engga kok, engga
repot. Aku malah seneng bisa ketemu kamu.”
“rese lu ah, genit.
Godain gue mulu.” Ungkap Putri sambil tersenyum ke arah Rifai, menandakan
mereka akan segera berpisah.
Dari kejauhan Deni
dan kawan-kawan lainnya sudah nampak. Mereka sedari tadi menunggu kehadiran
Rifai, memang hampir dari mereka semua mengenal Rifai.
“okeh, sudah kan?
kamu engga apa-apa kan aku tinggal sendirian. Hati-hati yah kalo pulang. Bye” Rifai
mengucapkan salam perpisahan dengan senyum manis dari seorang lelaki.
“iya, tenang aja.
Aku bukan anak kecil kok. Sekali lagi makasih yah Fai.”
“iyah, sama-sama.”
Akhirnya Rifai
meninggalkan Putri sendirian dan langsung menuju di mana kelompok sudah berkumpul.
••••
“eh kok gue jadi
keinget dia gini yah, ah aneh.” Ucap Rifai sambil membuka buku matematika yang
hendak ia baca untuk ulangan esok hari.
“ah ampun dah, gue
jadi kaga konsen belajar nih. Mana ini udah malem pula, belajar dari jam 8
sampe jam 11 kaya gini masa iya kaga ada yang nyantol di otak. Yaelah.” Rifai
terus menggerutu tak jelas, dia tak konsen belajar karena selalu teringat perempuan
yang dia temui beberapa jam lalu. Entah hal apa yang membuat dia teringat terus
kepadanya.
Jam 04.30 tepat,
Rifai terbiasa bangun lebih awal dari orang rumah yang ada dirumahnya. Dia
selalu membangunkan Adik, Ibu dan Ayahnya. Namun Ibu-nya tak selalu di
bangunkan, terkadang malah Ibunya yang membangunkan Rifai dan orang rumah
lainnya. Mereka selalu memulai hari lebih awal, untuk mempersiapkan segala
sesuatu untuk hari ini. Termasuk Rifai yang ingin menghadapi ulangan
matematika, meski dia tak terlalu ahli dalam matematika dan jarang sekali
mencatat pelajaran ini tapi dia masih selalu berusaha untuk berubah.
Selesai sarapan,
Rifai dan adiknya berpamitan untuk berangkat sekolah. Rifai duduk di kelas 3
SMK dan adiknya berada di kelas 1SMP. Mereka terpaut beberapa tahun dan hampir
setiap hari bertengar untuk alasan yang tak jelas namun akan cepat berbaikan
kembali. Perjalanan mereka tidak berjalan pada satu arah, karena sekolah mereka
tidak berdekatan, mereka harus berpisah
di ujung jalan dan Rifai seperti pada hari-hari biasanya selalu mampir ke rumah
Deni dahulu untuk berangkat bersama.
“woy bro, ayok berangkat.
Udah siang nih ntar telat kita ikuti ulangan matematika.” Sapa Rifai terhadap
Deni yang sedang duduk di teras depan rumah menunggu Rifai.
“ayo, ah elu juga
lama dateng ke sini.” Jawab Deni.
“sorry sob, ada
emergency sedikit tadi.” Balas Rifai.
“emergency apaan?
Ngeles aja lu ah. Bentar yee gue ngambil hp dulu di kamer. Elu tunggu bentar di
sini. Jangan kemana-mana.”
“iyee, lah emangnya
gue mau ke mana.. gue bakal nunggu elu.” Timpal Rifai. “yaudah sono ambil.”
Lanjutnya.
Beberapa saat
kemudian Deni kembali dari kamarnya.
“ayo, caw kita
berangkat.” Ucap Deni. “woy ayok malah ngejogrok aja di sono, mikirin apa lu.
Gue tau matematika itu susah, tapi woles aja.” Deni mengingatkan.
“bukan karna hal
itu, elu tau sendiri, gue mah cuek akan masalah ulangan. Belajar yah belajar
seadanya.” Balas Rifai.
“lalu karena apa?” tanya
Deni.
“gue keinget terus
ama dia sob.”
“siapa?” Deni
singkat.
“itu, dia yang gue
temuin selesai konser.”
“ouh perempuan itu.
Ah tapi elu kagat cerita banyak tentang dia. Pulang dari sana elu kan langsung
pulang, kaga cerita banyak.”
“yaudah ntar gue
ceritain dah sepulang sekolah.” Tawar Rifai kepada Deni.
Sampai di sekolah
mereka langsung menghadapi ulangan, namun yang terjadi justru sebaliknya.
Ulangan di batalkan. Guru yang akan mengajar ada acara mendadak dan berhalangan
hadir kesekolah. Lalu di berikanlah tugas mencatatat.
“ah gue males
nyatet nih, keluar yuk Den? Kita ke warung.” Pinta Rifai.
“elu duluan aja ke
sana ntar gue bakal nyusul, okeh?” tawar Deni.
“baiklah, gue
tunggu elu di kantin belakang. Awas lu kalo kaga dateng, gue telen bulet-bulet.”
Ucap Rifai dengan ancaman candaannya.
“okeh, okeh,
santai.”
Rifai pun berjalan
menuju warung belakang sekolah dengan upaya menghidari pelajaran mencatat itu.
Namun apa daya, kesialan menghampiri dirinya.
“Hey kamu? Sini.”
Tiba-tiba terdengar suara bentakan yang di tujukan kepadanya, kepada Rifai.
“waduh, gue
terperangkap di kandang macam. Lagi asik nguyah gini pake ketauan guru segala.”
Ungkap Rifai dalam hati. “i.. i.. iyaa pak.” Ucap Rifai dengan nada
terbata-bata.
“kenapa kamu dalam
jam pelajaran malah nongkrong di warung?” tegas Pak Kadi guru yang menegurnya
di warung.
“anu.. anu.. pak..”
Rifai yang mencoba membela diri tapi tak bisa berkutik.
“anu, anu, anunya
siapa.. engga usah pake ngeles. Kamu pasti bolos pelajaran.” Tegas pak Kadi
mencoba menegur Rifai. “sebagai hukuman karena bolos pelajaran kamu bapak beri
hadiah.” Lanjut Pak Kadi.
“hadiah? Hadiah apa
pak.” Rifai yang mendengar hal itu agak terkejut dengan perkataan Pak kadi.
“hadiah? Engga salah nih?” lanjutnya dalam hati.
“kamu bapak beri
hadiah bersiin WC sekolah sampe bersih.” Ungkap Pak Kadi dengan nada tinggi.
“yah bapak.. itu
mah bukan hadiah namanya, tapi hukuman, hadiah itu yang bagus pak bukan ini.”
Tawar Rifai kepada pak Kadi.
“kamu ini, sudah
salah pake acara nawar segala. Bapak kasih keringanan, WC sekolah untuk cowok
ada 5, kamu bersihkan yang bagian kanan saja ada 3.” Suruh pak Kadi kepada
Rifai.
“yah pak, WC-nya
kan besar. Kok 3 kuranginlah pak jadi 2 WC saja yang aku bersiin.” Ucap Rifai
seraya mencoba merayu pak Kadi.
“oke, kalau begitu
bapak kasih keringanan. Kamu musti bersihin ke 5 WC itu tanpa terkecuali.”
“yah pak, itu mah
malah di tambahin, bukan dikurangin.” Keluh Rifai.
“oh kamu masih
kurang?” tanya pak Kadi.
“engga pa, engga.
Udah cukup kok. 5 aja udah kenyang, engga usah di tambah.” Jawab Rifai.
“yasudah, sana
bersihkan.” Tegas pak Kadi menyuruh Rifai untuk mengerjakan semuanya.
“Gila aja tuh guru,
ngasih hukuman banyak gini. Mana Deni kaga keliatan pula batang idungnya, coba
kalo dia ikut gue, pasti sekarang gue punya temen buat bersiin ini WC.” Gerutu
Rifai tanpa henti seraya menyikat lantai WC.
Waktu 2x45 menit
pelajaran kosong yang seharusnya Rifai gunakan untuk santai di warung, malah
berbalik membuatnya sibuk.
“tau gini mah
mending nyatet pelajaran sekenanya.” Ucap Rifai yang sedari tadi masih setia
dengan keluhannya.
Semua telah kelar,
namun tak terlalu bersih. Hanya membersihkan di bagian tertentu saja.
Rifai yang lelah
akan hukumannya lebih memilih istirahat di kelas, setelah pelajaran usai. Namun
pelajaran kedua belum berakhir, hanya saja guru yang mengajar belum tiba ke
kelas mereka.
“eh nyet, kemana
aja lu ah, kaga dateng-dateng dari tadi, gue tunggu sampe gue kena hukuman
guru.” Ucap Rifai kepada Deni.
“hehehe sorry, gue
juga tadi ngeliat elu kena semprot Pak Kadi, gue ga berani ngedeket ke sono,
takut di gigit.” Bela Deni.
“buset, enak banget
lu yee.. gue bukan di gigit lagi gue udah di kunyah tadi. Mending langsung di
kunyah, nah gue di emut dulu... pusing gue denger guru itu ngomel mulu.” Balas
Rifai.
“eh eh itu guru dateng, cepet-cepet deh lu bangun dari meja sebelum kena semprot guru lagi.”
“eh eh itu guru dateng, cepet-cepet deh lu bangun dari meja sebelum kena semprot guru lagi.”
“iye dah gue nyerah
kali ini.” Ucap Rifai dengan nada seperti kehabisan nafas.
Berakhirlah pelajaran
tadi, bel sekolah berbunyi pertanda waktu istirahat telah tiba. Rifai yang
belum sempat melepas dahaga setelah membersih WC beberapa menit lalu berniat
menuju warung kembali untuk membeli minuman dingin.
“eh sob, gue duluan
yee ke warung, haus nih berasa kering nih tenggorokan.” Ucap Rifai kepada
kawan-kawan yang biasa berkumpul bersama diwarung. Mereka hanya mengangguk menandakan
setuju.
“Bu es satu.” Ucap Rifai
kepada penjaga kantin sekolah.
“siap..” balas Ibu
Desi penjaga kantin. “nih Rifai.” Lanjut Ibu Desi sambil memberikan es kepada
Rifai.
Tentu, Rifai sudah
mengenal betul penjaga warung, dan begitu sebaliknya. Rifai yang telah
menggenggam es di tangannya bermaksud untuk duduk di kursi yang di sediakan
oleh warung. Kursi yang berjejer rapi dan masih kosong karena belum ada murid
yang mampir kewarung karena jam istirahat baru saja tiba.
“Bu, mie satu yah
bu jangan pedes.” Ucap seorang perempuan kepada Ibu Desi penjaga warung. Rifai
yang mendengar suara itu sontak terkejut, karena dia pernah mengenali suara
itu. Namun belum sempat Rifai menoleh ke arah perempuan itu dan mencerna siapa
suara itu keheningan warung terpecah karena beberapa siswa siswi sudah berada
di warung itu. Buyar lah pikiran Rifai yang sempat sedang mencerna suara itu.
“yah Bu, semua
tempat sudah penuh, apa engga ada yg kosong ini?” keluh perempuan itu kepada
Ibu Desi.
“Itu Neng ada yg
kosong di dekat motor.” Ibu Desi yang melihat bangku kosong berupaya
mempersilahkan perempuan itu untuk duduk di sana.
“tapi itu ada orang
bu, cowok pula.” Keluh perempuan itu.
“engga apa apa, dia
baik kok. Ibu kenal sama dia Neng.” Rayu Bu Desi.
Tentu saja Rifai
mendengar percakapan antara bu Desi dengan perempuan itu, namun Rifai tak
mengenal wanita manapun yang bernama Neng.
“Eh kamu?” ucap
Rifai dengan raut wajah yang kaget. “jadi kamu sekolah disini?” lanjutnya.
“eh iya, engga
nyangka yah kita ketemu lagi disini, tapi kok aku engga tau yah kamu sekolah di
sini?” balas Putri.
Dan ternyata memang
benar, itu suara Putri, sosok perempuan yang dia temui tempo hari di jalan.
“lah, apalagi aku,
aku juga ga tau kamu sekolah disini. Aku pun tempo hari lupa nanyain sekolah
karena perjalanan yang sangat singkat waktu itu.” Ucap Rifai dengan diiringi
senyuman.
“yaelah segitu
cukup jauh juga, sampe kaki kaya bengkak.” Ungkap Putri.
Rifai dan Putri
terus mengobrol sampe lupa waktu bahwa bel pertanda waktu istirahat telah usai.
Kini mereka pun tersadar karena diingatkan oleh Ibu Desi penjaga warung.
“Neng bel udah
berbunyi Neng, engga masuk ke kelas? Jangan sampe kaya Fai noh yang baru aja
kena hukuman dari pa Kadi.” Ujar Bu Desi cekikikan.
“yah Bu, pake di
kasih tau segala. Malu ah bu masa hukuman di ceritain.” Kata Rifai kikuk.
“hahaha kamu kena
hukuman Fai? Gimana ceritanya?” tanya Putri penasaran.
“udah ah, ga mau
bahas.” Balas Rifai ngambek manja. “udah ah masuk sana, aku juga mau masuk ke
kelas” lanjut Rifai.
“iya iyah, bye aku
masuk duluan yah. Bu ini uang buat mie dan minuman tadi.” Ucap Putri sambil
memberikan uang makan dan minum yang telah iya habiskan.
Semua pelajaran
telah usai mereka jalani untuk hari ini. Rifai, Deni dan beberapa teman lainnya
mempunyai acara EsKul di sekolah, mereka mengikuti Futsal yang selalu rutin di
adakan senin sore setelah pulang sekolah. Mereka berlatih untuk mengikuti
turnamen antar sekolah yang akan di adakan 3 bulan lagi dari sekarang, mereka
mempunyai waktu 3 bulan untuk mempersiapkan semua. Ada 20 siswa dari berbagai
kelas yang mengikuti EsKul futsal ini termasuk Rifai, Deni, dan Gilang yang
berasal dari kelas A. Hari ini adalah hari di mana pemilihan tim inti beserta
cadangan yang akan bertanding pada turnamen 3 bulan lagi.
“oy Rifai, hari ini
kita latihan yee, udah siap?” sapa Gilang temen satu kelas Rifai yang sudah di
tunjuk oleh pelatih yang di gadang-gadang bakal menjadi kapten tim.
“siap lah coy, gue
juga baru beli nih sepatu futsal baru, yang lama udah jebol udah kaga bisa
nahan cobaan.” Balas Rifai di selingi candaan.
“hari ini juga yah
pengumuman pemilihan tim utama untuk mengikuti turnamen?” tanya Gilang kepada
Rifai yang memang cukup akrab dengan salah satu pelatih futsal sekolah.
“elu mah enak ya
Lang, udah pasti elu masuk dah ke tim inti. Tim kan butuh elu yang bisa
bertanggung jawab terhadap tim.” Puji Rifai yang mengetahui bahwa Gilang memang
sudah pasti akan mengisi tempat sebagai kapten tim.
“ahaha, iya nih.
Gue juga kaga nyangka bisa di tunjuk kaya gini jadi kapten.” Ujar Gilang dengan
perasaan bangga.
Latihan pun di
mulai. Turnamen di adakan menjadi 2 tim. Tim A dan tim B, namun akan mengikuti turnamen
yang berbeda. Setelah 1 jam lebih berlatih akhirnya keputusan pelatih akan di
mulai untuk di umumkan.
“baiklah, kali ini
bapak akan mengumumkan siapa saja yang akan mengikuti turnamen dan keputusan
ini tidak dapat diganggu gugat walau kapten tim sekalipun.” Tegas Pak Ari sang
pelatih futsal sekaligus guru olahraga di sekolah mereka.
“bapak akan membagi
menjadi tim A dan tim B, berhubung ada 20siswa yang ikut akan mudah untuk
membaginya menjadi 10 tim A dan 10 tim B. Gilang kamu sudah masuk kedalam tim A
dan menjadi kapten di sana, sekarang tinggal 4 lagi untuk mengisi tim inti.
Deni kamu akan mengisi defender bersama dengan Edi, dan Rohman kamu mengisi
sebagai penyerang bersama sang kapten, Gilang. Untuk mengisi penjaga gawang
bapak pilih Rifai, karena dia memiliki reflek yang bagus di antar yang
lainnya.” Lanjut pak Ari menjelaskan panjang lebar dengan diringi
masukan-masukan untuk tim.
Semua telah
diumumkan, dan bertepatan dengan jam latihan yang telah usai, mereka semua
membubarkan diri untuk pulang kerumah masing-masing.
••••
Rifai, Deni dan
Gilang kini telah terpilih menjadi tim utama, setelah usai pemilihan mereka
bermaksud berjalan-jalan untuk merayakan keberhasilan mereka terpilih menjadi
bagian dari tim inti.
“bro, bete nih.
Lagian ini udah sore, nanggun pulang mah, malem aja pulangnya, kita kemana gitu
lah dirumah bosen itu-itu doang yang terjadi.” Ungkap Gilang bermaksud mengajak
mereka untuk bermain-main dahulu sebelum pulang kerumah. Memang mereka pasti
merasakan letih setelah berlatih keras untuk bekal di turnamen nanti, namun
apalah daya mereka selalu menguatkan diri untuk mewujudkan apa yang mereka
inginkan.
Dengan santainya
Deni meladeni permintaan dari Gilang.
“ayok, kita
sekarang mau k mana nih? Traktir yee Lang hehehe” Deni menggoda gilang agar di
beri traktiran lagi.
“ayolah, kemana aja
yang penting happy kita.” Balas Rifai kepada mereka.
Akhirnya mereka
memilih ke toko buku untuk sekedar membaca ataupun membeli buku yang mereka
sukai. Rifai lebih suka membaca novel dari pada pelajaran-pelajaran yang
menurutnya membosankan. Deni dan Gilang hanya sekedar ingin bersenang-senang
saja melupakan lelah setelah latihan.
“Fai, ini bagus nih
buku novel, dilihat dari cover sudah menarik apalagi isinya.” Ucap Deni sembari
menyodorkan buku novel yang ia maksud.
“inget Den, jangan
menilai buku dari sampulnya.” Balas Rifai. “namun kaga ada salahnya juga sih
gue coba.” Lanjut Rifai dengan tawa kecil.
“ah elu.” Singkat
Deni.
“eh bro, sorry yah
gue harus pulang nih nyokap gue udah nelfon ada urusan mendadak katanya.” Ujar
Gilang terburu-buru.
“Ah elu gimana sih,
kan elu yang ngajak masa elu juga yang mau pergi duluan.” Deni yang sedang asik
membaca berubah menjadi awas kepada Gilang.
“hehehe sorry, ini
juga gue kaga tau bakal disuruh pulang.” Ungkap gilang menjelaskan.
“oke deh, hati-hati
dijalan lu Lang.” Ungkap mereka hampir dengan serempak.
“okeh okeh gue
cabut dulu yah.”
Malam itu Deni dan
Rifai hanya membaca, tak nampak ingin membeli karena hampir setiap pulang
sekolah mereka selalu membaca buku-buku itu dari halaman satu hingga tamat. Di
tempat toko buku yang sering mereka kunjungi memang mengijinkan untuk hanya
sekedar membaca saja karena sudah disediakan sampel yang sudah di buka dari
segel yang menyelimuti buku tersebut.
“hm.. ceritanya
membosankan untuk judul yang cukup menarik.” gumam Rifai sambil menaruh buku
yang ia pegang.
“ahaha kau sendiri
yang bilang, jangan menilai buku dari sampulnya.” Deni tertawa. “setidaknya kan
kau belum membelinya Fai.”
“bagaimana harimu?
Nampaknya kau sepulang sekolah langsung kesini?” suara itu, tentu Rifaipun
mengenalnya, orang yang sempat bertemu beberapa kali dan tak disengaja.
“eh putri, kau
sedang apa disini?”Rifai dengan ekspresi kagetnya.
“hey ini toko buku
ya tentu saja membeli buku.” Putri menjelaskan. “kenalkan ini Bella sahabatku.”
“Hey aku Rifai,
salam kenal. Dan perkenalkan ini Teman ku sekaligus sahabatku Deni.” Mereka
saling memperkenal kan diri tanpa terkecuali, mereka kini sudah resmi menjadi
teman.
Mereka kini larut
dalam tawa bersama, dan tak menghiraukan waktu sudah menunjukan pukul 10malam
tepat. Pengunjung yang lain sudah hampir tak terlihat, dan toko pun memang
sebenarnya sudah akan di tutup.
“hey sudah larut
malam nih.” Rifai mengingatkan.
“baiklah kami
pulang duluan yah, takut mama nyariin.” Ujar Putri pergi dengan Bella. Rifai
hanya melihat punggung mereka yang telah lenyap di balik rak buku yang berjejer
rapih.
Rifai dan Deni ikut
mengikuti langkah mereka, dengan bermaksud untuk pulang kerumah masing-masih.
Dalam perjalanan mereka hanya berdiam, dengan perjalanan yang cukup jauh dari
Toko buku ke rumah mereka.
“Hey, kau tau Bella
manis juga yah jika dilihat-lihat.” Deni membuka percakapan dengan diselingin
tawa kecil yang ia buat ketika membayangkan wajah Bella yang baru saja mereka
temui.
“hm.. kau suka yah
dengan Bella?” tanya Rifai penasaran dengan perasaan Deni sekarang.
“nanti juga kau
akan tau sendiri.” Jawab Deni mencoba menyembunyikan perasaannya.
“hey, aku tau kau.
Aku tau tentang mu, mulai dari sikap ketika kau marah, tingkah kau ketika menyimpan
dendam dan ketika kau berkelahi hingga di panggil keruang BP tempo hari, dan
sekarang pun aku tau, kau menyukai Bella, sudahlah jangan kau tutup-tutupi
seperti itu, aku tak mudah di bohongi, apalagi oleh mu teman ku sejak lama.”
Rifai mengernyit menjelaskan apa yang terjadi. “tak kusangka, seorang Deni yang
memang suka berkelahi, suka mencari masalah, mencari gara-gara bisa jatuh cinta
juga.”
“aku juga manusia,
yang juga mempunyai perasaan, dan bisa mencintai.” Deni berusaha membela
dirinya sendiri terhadap tuduhan sahabatnya itu.
“nah kau kena
sekarang, kau memang sedang benar-benar jatuh cinta kepadanya, kepada Bella.
Tak biasa kau menyebut kata Cinta dalam hidupmu.” Jebakan yang Rifai buat untuk
Deni agar Deni mengaku ternyata sukses, secara tidak langsung Deni mengakuinya
bahwa Deni benar-benar sedang jatuh Cinta.
“Mungkin kapan-kapan
aku juga harus merasakan apa yang kau rasakan Den, selama ini aku hanya naksir
kepada seseorang karena fisik. Aku belum pernah merasakan jatuh Cinta dan
benar-benar jatuh cinta karena tulus mencintainya.” Rifai tanpa sadar
mengeluarkan semua uneg-unegnya kepada Deni, Deni hanya membalas dengan senyum
ejekan kecil.
“kau harus
membatuku Fai untuk mendapatkan Bella.” Deni yang memang selama ini belum
pernah pacaran secara terang-terangan ingin menjadikan Bella sebagai pacarnya
dan juga Cinta pertamannya.
“tentu, aku akan
membantumu sebisaku. Kau sahabatku, akan aku lakukan apapun untuk sahabat ku
yang satu ini.” Rifai merangkul sahabatnya dan mengacak-acak rambut kawannya
itu dengan usil.
“udah sampe nih,
gue duluan yee. Hati-hati lu di jalan banyak culik.” Ungkap Deni menggoda.
“yaelah, Cuma
melewati satu tikungan doang. Deket coy.” Dengan begitu mereka sudah pulang
kerumah mereka masing-masing. Menunggu mata terlelap setelah seharian penuh
bergerak tanpa istirahat.
••••
“kayaknya motor
kamu ini mempunyai hobby yang aneh Put, bocor ban.” Ejek Rifai yang melihat
Putri dan Bella sedang menuntun motor ke arah tukang tambal ban terdekat. “lain
kali bawa helikopter agar engga bocor ban lagi.”
“puas kau meledek.”
Jawab putri cetus. “bantuin napa?” lanjut Putri bermaksud meminta bantuan
kepada Rifai dan Deni yang sedang sama-sama ingin berangkat sekolah. Tentu
mereka bersekolah disatu sekolah yang sama hanya saja Cuma berbeda kelas.
“sini-sini biar gue
yang dorong.” Deni menyerobot Rifai dari belakang untuk membantu Putri, tentu
Deni bermaksud menolong dan diselingin maksud lain mencari perhatian dari
Bella.
Jam baru saja
menunjukan pukul 07.30tepat, masih banyak waktu untuk mereka menambal ban yang
bocor itu.
“tiap aku
bertemunya, hampir dengan keadaan ban bocor. Apakah tidak ada cara yang lebih
romantis lagi?”gumamnya dalam hati.
“hey Rifai, kenapa
kau melamun?” Putri menanyakan hal yang membuat Rifai tersadar dari lamunannya.
“eh.. engga kok,
engga apa-apa.” Balas Rifai tersenyum.
“ohh..” Putri
singkat.
Deni dan Bella,
mereka mendorong motor bersamaan dan mengobrol apapun yang bisa membuat mereka
menjadi lebih akrab lagi. Sedangkan Rifai dan Deni mengikutinya dari belakang
hampir hanya saling diam.
“Bella?” sapa Deni.
“iyah kenapa?”
suara Bella lembut membuat jantung Deni berdegup kencang. Oh tuhan, Deni belum
pernah mendapati situasi seperti ini, mungkin Deni tak dapat mengontrol dirinya
sendiri untuk menjadi lebih tenang.
“kau kelas apa? Hm
maksudnya kamu belajar di kelas apa?” Deni yang sedari tadi mencoba mengontrol
dirinya masih terasa gugup.
“oh aku di kelas C,
satu kelas dengan Putri.” Jawab Bella tenang.
“Boleh aku minta
nomor handphone kamu, yah biar bisa lebih akrab lagi aja gitu? Engga boleh juga
engga apa-apa kok.” Deni kini bisa mengontrol dirinya menjadi lebih tenang, dan
ternyata dia mampu untuk meminta secara langsung nomor telfon Bella untuknya, untuk
orang seperti Deni dia cukup ahli mendekati seorang wanita mengingat dia hanya
berandalan kecil yang menjadi jagoan disekolahnya.
“tentu saja boleh,
kenapa tidak kau kan temanku. Ini.” Senyum dari Bella membuat jantung Deni
berdegup kencang mendapati nomor cantik Bella sudah tersimpan di kontak
handphonenya.
“Terima kasih.”
Sahut Deni membalas senyuman Bella. Mendapati dirinya berhasil mempunyai kontak
Bella untuk dapat menghubunginya suatu saat, Deni sangat gembira tetapi tak
bisa diluapkan sekarang kegembiraannya ini karena Bella berada disampingnya,
tentu dia akan malu jika berteriak ataupun berjingkrak-jingkrak merayakan
keberhasilannya.
Tak kalah, Rifaipun
membuka percakapan dengan Putri.
“Mput?” sapa Rifai.
Rifai berbeda dengan Deni, Rifai sudah pernah mendekati beberapa wanita cantik
disekolahnya, jadi tentu akan lebih mudah baginya untuk hanya sekedar
bercakap-cakap kecil.
“Mput? Hey yang
biasa memanggilku dengan sebutan itu hanyalah sahabatku dan keluarga. Tapi
tidak apa-apa, kau boleh memanggilku seperti itu.” Tutup Putri.
“Benarkah? Terima
kasih. Ngomong-ngomong boleh aku tau tentang dirimu. Yah dari mana kau berasal
atau apa, ceritakanlah?” tanya Rifai penasaran akan hal yang terdapat dalam
diri Putri.
“aku? Aku hanya
seorang wanita yang baik hati yang tinggal beberapa puluh meter dari sini.”
Ujar Putri tertawa.
“hm kau ini..
selalu bisa membuat ku tertawa. Tapi aku serius ini Put.”
“ahaha tentu, aku
bisa membuat orang disekelilingku tertawa dengan cara ku sendiri.” Ucap Putri
mengacungkan ibu jarinya ke arah Rifai dengan bangga.
“hm.. namun aku
lihat sepertinya kau bukan asli jawa?” Rifai yang sedari tadi penasaran mencoba
membuka apa yang belum di ketahuinya.
“iya, aku ini
keturunan indo korea. Ibu Indonesia ayah Korea.” Dengan jujurnya putri
mengatakan hal pribadi kepada Rifai.
“berarti kau bisa
bahasa korea?”
“engga juga, aku
lebih banyak menghabiskan hidupku di indonesia.”
“apa kau mempunyai
nama korea?” Rifai sedikit penasaran tentang hal ini, lalu dia memberanikan
diri untuk bertanya.
“tentu.” Jawab
Putri singkat.
“bolehkan aku tau
nama koreamu?” Rifai berusaha untuk mengetahui nama lain dari Putri namun agak
sedikit sulit karena Putri masih saja membuatnya tertawa.
“kau ini seperti
wartawan, seharusnya kau membayarku untuk bisa menanyaiku seperti ini. Baiklah
akan aku beritahu. Nama koreaku adalah Lee Sun Angel. Aku juga sering di
panggil Angel ketika dirumah. Hanya keluarga ku dan Bella yang tau akan hal
ini.” Putri menjelaskan.
“aku boleh
memanggilmu Angel?” Rifai mencoba membuat dirinya menjadi lebih akrab kepada
Putri.
“sebaiknya jangan,
belum ada yang tau nama korea ku selain yang aku sebutkan tadi. Dan mungkin aku
juga tak menginginkan ada orang lain yang tau.”
“tapi tenang, aku
akan memanggilmu hanya ketika kita sedang berduaan saja, gimana?” tawar Rifai.
“baiklah, kau
menang Fai.”
“terima kasih
Angel.” Rifai melemparkan sebuah senyuman yang kemudian dibalas oleh senyuman
Putri yang tak kalah manis sehingga membuat jantung Rifai berdegup tak biasa.
“ah perasaan apa
ini?” gumam Rifai dalam hati. “ah mungkin hanya perasaanku saja.” Lanjutnya
dalam Hati.”
Rifai mempunyai
perasaan aneh yang ia sendiri belum mengetahui perasaan apa itu sebenarnya. Oh
ya ampun. Apa yang ia rasakan sekarang? Perasaan ini masih melekat pada
perasaannya, hatinya.
“sama-sama.”
Senyuman Putri mengiringi pembicaraannya saat ini, membuat Rifai selalu
terbayang senyum dari Putri.
Semua telah
berlalu. Perjalanan mereka terhenti di depan gerbang sekolah. Setelah ban motor
mereka tambal, mereka langsung menuju sekolah. Waktu yang tersisa cukup tepat,
setiba disana gerbang sudah hampir ditutup, untungnya pak satpam sekolah
berbaik Hati mengijinkan mereka masuk.
Seolah semua
berjalan sangat cepat, waktu untuk sekolah selesai. Mereka semua membubarkan
diri, terkecuali Rifai dan Deni. Jadwal futsal hanya 2 sampai 3 kali dalam satu
minggu, senin, kamis, sabtu. Itulah jadwal futsal mereka. Kini mereka sedang
menatap keluar jendela di mana terdapat sekelompok perempuan yang sedang
berlatih Basket, Putri dan Bella ada di dalamnya. Mereka masih berada di dalam
kelas, seharusnya Rifai dan Deni langsung pulang namun hari ini mereka dapat
pengecualian, Deni mengajak Rifai untuk tidak pulang lebih awal hanya karena
ingin Melihat Bella berlatih, Deni sudah bertanya kepada semua orang yang dekat
dengan Bella, tentang diri Bella dan dia mendapati info bahwa Bella berlatih
basket hari ini.
“dia nampak manis
dari kejauhan.” Deni tersenyum-senyum sendiri, melamun hal indah tentang Bella
dan membayangkan bahwa Bella telah menjadi kekasihnya.
“kau ini, jangan
banyak melamun entar bisa kesambet lu, siapa yang mau nolongin?” balas Rifai
membuyarkan lamunan Deni.
“ah Cuma sekali ini
kan tak apa.” Deni membenarkan posisi duduknya, menghadap keluar jendela dengan
lebih nyaman.
Rifai pun ikut
terlarut dalam hayalan indah. Earphone menancap dikedua kupingnya kiri dan
kanan, memutar lagu romantis, menghayal tokoh utama adalah Rifai dan Putri.
Bernyanyi bersama di sebuah taman, mengejar satu sama lain. Saling menangkap
dan saling berpelukan dan di akhiri dengan Rifai mengecup puncak kepala Putri
lembut. Tanpa disadari Rifai telah memiliki sebuah perasaan kepada Putri, namun
Rifai bukanlah tipe orang yang mudah percaya akan jatuh cinta. Memang Rifai
pernah Naksir kepada beberapa wanita di sekolah namun itu hanya sekedar naksir
karena fisik dan tak berharap lebih untuk sampai ke tujuan yang lebih serius.
“ah kenapa aku ini?
perasaan apa ini?” Rifai mengeleng-gelengkan kepalanya sehingga membuatnya
kembali ke dalam kesadarannya, terbagun dalam khayal indahnya.
“kenapa lu sob?”
tanya Deni yang melihat Rifai terbingung.
“engga apa-apa.”
Jawab Rifai datar.
“ah jangan-jangan
elu naksir yah sama Putri? Hayoo ngaku.” Ujar Deni jail kepada Rifai.
“ah apaan sih, kaga
lah kaga mungkin wanita secantik Putri mau sama gue. Ngaco lu.” Rifai menjawab
sekenanya, berharap Deni percaya akan ucapan yang baru saja Rifai lontarkan.
“tenang-tenang, gue
bakal jaga rahasia ini.”
“eh apaan sih,
kaga. Udah ah.” Rifai masih berusaha menghindar dengan apa yang Deni ucapkan.
“eh noh mereka lagi istirahat, samperin sono kalo elo berani Den. Jangan
sembunyi doang.” Nada Rifai seperti menantang Deni namun dengan santai.
“ah gue masih belum
siap. Nanti aja deh nunggu kesempatan berikutnya.” Deni masih belum berani
mendekati Bella, Deni masih penakut jika berbicara soal mendekati wanita.
“nah iya kalo elu
masih punya kesempatan.”
“kalo kesempatan
kaga nongol yah gue pake Dana Umum.”
“eh buseet, lu kira
main monopoly.”
“ahaha ya elu pake
ngejatuhin gue gitu, dukung dong kawan elu ini.”
“okeh okeh, gue
bakal selalu dukung elu Den, pasti.” Rifai mengacungkan ibu jarinya menandakan
dia akan membantu apapun untuk kawan lamanya itu.
“udahlah,
pulang-pulang. Gue laper nih.” Lanjtnya. Kini mereka sepakat untuk pulang.
••••
Dua bulan telah
berlalu, kini mereka semakin akrab, hampir sepulang sekolah mereka menuju ke
toko buku atau pun taman yang biasa mereka datangi. Deni merencanakan sesuatu
untuk Bella, sebuah hal yang tak akan mereka lupakan sepanjang kisahnya ini.
“Ayo sob, gue udah
siap nih. Mental gue udah ada di paling tinggi, paling gede.” Semangat Deni
membara, layaknya ingin menyerbu lawan pada peperangan besar, namun kini mereka
bukan untuk berperang, melainkan ingin bertemu Bella dan Putri.
“ayok, siap kan?
Caw berangkat. Biar gue yang nyetir di depan, hari ini elu yg jadi tuan gue
anterin elu kemanapun tapi Bensin elu yang bayarin yah?” Rifai berbicara dengan
sebuah candaan bermaksud mencairkan suasana, karena Deni terlihat tak begitu
yakin akan tujuannya.
“kebiasaan nih,
kalo nolong pasti setengah-setengah. Okeh tenang aja gue isi sampe full dan
perut elu juga bakal gue isi pake bensin sekalian.” Deni tak kalah dengan
candaannya, membalas ejekan dari Rifai.
Malam minggu terasa
begitu ramai disebuah taman, taman ini yang dulu Rifai dan Putri mengakhiri
perjalanannya. Namun kali ini Deni yang akan beraksi. Mereka tiba di sebuah
taman dan ditengahnya terdapat danau yang memantulkan cahaya bulan dengan
begitu indahnya, jalan-jalan disekeliling taman pun tak kalah indah, di
sepanjang jalan diikuti oleh lampu lampu yang menelusuri jalan pada taman itu.
Selang beberapa menit Putri dan Bella datang dengan motor matic kepunyaan Putri.
“maaf yah lama
menunggu.” Ucapan Putri membuka lembaran kebahagiaan di malam itu.
“ah engga kok, kalo
lama pasti aku tau penyebabnya. Bocor ban lagi.” Rifai membalas dengan
candaannya yang memang berisi fakta bahwa motor Putri mempunyai hobby bocor
ban.
“hm.. mulai deh
ngeledeknya.” Muka Putri seperti di tekuk dengan bibir mungil nya yang manyun.
“bercanda Put, cie
ngambek cie.” Rifai memang selalu seperti ini, selalu menjahili dan menggoda
Putri.
“ah mulai nih
godaannya, aku ga mau denger.” Putri menutup kedua lubang kuping nya seolah
bermaksud tak mau mendengar ucapan Rifai.
“Kamu manis yah
Angel kalo lagi ngambek tuh.”
“hah apa?” Putri
tak mendengar apapun karena kedua kupingnya masih tertutup oleh kedua tangan
mungilnya.
“huh.. beruntungnya
aku dia tak mendengar.” Gumamnya dalam hati sambil menghela nafas panjang.
Deni dan Bella masih
mengobrol hal-hal kecil tentang apapun yang ingin mereka ketahui, tentu saja
Deni sudah PDKT kurang lebih selama 2Bulan, dan ia yakin akan diterima. Dan
pada akhirnya... Deni berlutut..
“Bella aku mau
ngomong sesuatu nih ke kamu?” Deni yang sebelum berangkat mempunyai PD yang
tinggi mulai memberanikan diri untuk menembak Bella, seorang wanita yang tidak
lama ini menjadi teman sekaligus sahabatnya.
“iyah, mau ngomong
apa Den?” jawab Bella lembut, membuat degub jantung Deni meningkat berlipat
ganda.
Deni pun mulai
berlutut dan disaksikan oleh Putri dan Rifai. Tanpa malu Deni memberanikan diri
mengungkapkan semua isi hatinya.
“kamu tau kan Bel
perasaan ku selama ini kepadamu, itu adalah murni perasaan tulus aku kepadamu.
Yah mungkin kamu menganggapnya aku ini hanya main-main, namun perlu kau tau aku
tulus mencintaimu? Maukah kau menjadi pacarku? pacarku, cinta pertama dan
terakhirku?” semua telah diungkapkan, degup jantung Deni melebihi apa yang dia
tahu, berharap jawaban terbaik yang iya terima.
Kemudian Bella
mengangguk pelan. Menandakan ia setuju dan menerima Deni menjadi kekasihnya.
“apakah itu tanda
kamu menerimaku Bella?” suara Deni perlahan sambil menatap kedua bola mata
Bella.
“iya aku menerima
mu Den. Aku harap kau tak mengecewakanku.” Jawab Bella pelan namun dengan
senyum manis yang membuatnya indah dipandang.
“tentu, aku tak
akan mengecewakanmu, dan aku berjanji aku selalu menjagamu.” Janji Denni
menghapus semua ketegangan saat itu, Deni mencium tangan Bella kemudian di
akhiri dengan sebuah pelukan mesra di antara mereka. Tentu, Putri sudah
Diberitahu sebelumnya oleh Rifai agar semua berjalan lancar. Sontak Rifai dan
Putri ikut larut dalam kebahagiaan, tanpa tersadar mereka berpegangan tangan
dan berpelukan layaknya pasangan romantis lainnya, ikut merasakan kebahagiaan
dan kegembiraan.
“mm.. maaf Put, aku
engga sengaja.” Pipi Rifai memerah, tersipu malu.
“iya, engga apa-apa
kok Fai, maafin aku juga yah tadi ikut meluk kamu juga.” Pipi Putri pun tak
bisa di tutupi, pipi mereka berdua memerah karena malu, secara bersamaan Deni
dan Bella melihat kejadian tadi dan tertawa, di ikuti oleh Rifai dan Putri mereka
berempat pun larut dalam tawa hingga mengeluarkan air mata bahagia. Malam ini
menjadi malam bahagian Deni dan Bella.
Malam itu mereka
lewati bersama-sama, dan dengan kebahagiaan yang melekat tak terasa waktu sudah
larut malam sekali. kebetulan ataupun takdir rumah Putri dan Bella sangatlah
berdekatan, jadi mereka menggunakan motor dengan bertukar tempat, Deni dengan
Bella dan tentu Putri Dengan Rifai. Mereka memacu motor dengan sedang. Berharap
waktu kebahagiaan malam ini tak berlalu, namun perjalan pasti lah mempunyai
tujuan dan akhir, sampai lah mereka pada tujuan akhir.
“Makasih yah Den
udah nganterin sampe rumah, engga boleh mampir karena udah larut malem, nanti
apa kata tetanggakan.” Ucap Bella pelan sambil mengedipkan satu matanya untuk
Deni.
“iya, tidur yang
nyenyak yah Bel. Dan semoga bermimpi tentangku.” Balas Deni dengan genit.
“itu rumahku, tepat
bersebelahan dengan rumah Bella.” Ucap Putri menunjuk kearah istana megah yang
besar. Bagi mereka itu adalah istana, mengingat Putri memang berasal dari
golongan atas.
“wah besar juga
rumahnya, jadi minder gue mau ngedeketin Putri, gue engga sederanjat, gue bukan
tipenya.” Gumamnya dalam hati. Rifai merasa dirinya tak pantas untuk Putri
karena Putri berasal dari golongan yang berbeda dari dirinya.
“kau ini kenapa
melamun Fai?” Putri mengagetkan lamunan Rifai dengan sekejap membuatnya tersadar.
“ah kau ini mengagetkanku
saja. Engga ada apa apa kok.” Rifai merasa terkejut dengan apa yang ia hadapi
sekarang, entah apa yang akan terjadi ketika orang tua Putri tahu jika Rifai
memacari Putri.
“ya sudah kami
pulang dulu yah.” Deni menutup hari ini dengan salam perpisahan yang indah.
“hati-hati yah
kalian.” Ucap Putri kepada Rifai dan Deni.
••••
Kini mereka semua
semakin akrab, Deni dan Bella kini semakin mesra dan Rifai dengan Putri mereka
belum ada kejelasan hubungan. Namun tiba saatnya dimana mereka akan mengahadapi
kenyataan dan mereka yang akan menentukan akan Manis atau malah sebaliknya dari
kenyataan itu. Dan akhirnya Turnamen akan di mulai hari ini. Dilaksanakan 2
kali dalam satu minggu dengan sistem gugur. Tim dari Rifai dan kawan-kawan
menghadapi lawan yang mudah untuk pertandingan pertama. Namun mereka semua
tetap konsentrasi untuk tidak terpengaruh meremehkan lawan.
Pertandingan sesaat
lagi akan dimulai, Gilang merasa bersemangat. Pertandingan 2x20 menit akan
dimulai dan segera dimulai. Kini bagi tim Gilang yang akan memulai
pertandingan.
Prriiit... Pertandingan
babak pertama di mulai. tendangan super dari Gilang hanya membentur tiang
gawang sebelah kanan membuat bola keluar dari arena lapangan. Kini hanya
tendangan kedalam bagi tim lawan. Menit ke 9 Rohman berhasil mengeksekusi
operan matang dari Deni dan mengkonfersinya menjadi gol. Gooooaallll kedudukan
1-0 untuk Tim Rajawali, tim dari Gilang dkk. Tak menyangka Tim yang mereka
lawan dahulu hanyalah tim dengan pemain yang kualitasnya tak cukup bagus, namun
kini mereka mengalami perubahan Drastis. Mereka mampu menahan segala serangan
dari Tim Rajawali. 10 menit di babak pertama telah usai, kini mereka
mendapatkan 10 menit waktu untuk istirahat dan kedudukan 3-0 untuk tim Rajawali
dengan menit-menit terakhir Gilang dan Deni masing-masing menyumbang 1 gol
untuk Tim.
“semangat kawan,
kita masih mempunyai 10 terakhir untuk menentukan lolos atau tidaknya.” Ujar
Gilang sang kapten tim membuat semangat pemain lainnya terbakar agar untuk
terus berjuang hingga akhir.
“siap kapten.”
Suara pemain Rajawali dan diikuti oleh teman lainnya.
Priiitt.. kini
babak kedua telah dimulai, giliran tim lawan untuk memulai pertandingan.
Tendangan yang cukup keras hanya mampu sampai pertahanan belakang karena Deni
menghadangnya dengan gesit, Deni mengumpan Bola ke Gilang namun berhasil di
blok, kini tim lawan berusaha membalas dengan gesit, kini tim lawan berhasil
mencuri 1 gol karena memanfaatkan kelengahan tim Rajawali. Tanpa ragu tim
Rajawali berusaha membalas satu gol tadi yang berhasil membuat jala gawang Tim
Rajawali bergetar. Bola kini dalam penguasaan penuh Rifai, Rifai melempar Bola
itu ke depan gawang dan disambut oleh Rohman yang tak terkawal namun penjaga
gawan tim lawan mempunyai reflek kaki yang bagus ketika Rohman berusaha
menggocek sang penjaga gawang. 8 menit berlalu skor kini berubah 8-5 dengan
kemenangan yang di raih oleh Tim Rajawali. 2x20 menit selesai. Jabat tangan
dari kedua tim mengakhiri pertandingan kali ini.
Semua pemain kini
merasa cukup puas akan hasil yang mereka raih, namun perjalanan masih panjang
dan tak ada waktu untuk bersantai menunggu kemenangan datang.
“kemenangan tak
mungkin datang dengan sendirinya, kemenangan harus diraih dengan kekuatan kita.
Kita yang menentukan nasib kita sendiri kalah atau menang. Jadi berusahalah
dengan bersungguh-sungguh dan yakin bahwa kalian Bisa.” Pak Ari dengan tegas
memberikan masukan untuk tim agar tak lengah setelah mendapati satu kemenangan pada
pertandingan yang baru saja mereka jalani. Setelah kemenangan ini mereka akan
menghadapi tim lain pada sabtu malam. Dan para pemain dipersilahkan pulang
kerumah masing-masing setelah mendapat pengarahan untuk pertandingan
selanjutnya.
Terlihat sosok
Putri dan Bella di tribun penonton, mereka telah berjanji untuk menonton pertandingan
pertama hari ini. Dan mereka menepati janji yang mereka buat.
“kau pasti haus, ini minuman untuk mu.” Ujar Putri memberikan minuman botol kepada Rifai.
“kau pasti haus, ini minuman untuk mu.” Ujar Putri memberikan minuman botol kepada Rifai.
“terima kasih yah
Put.” Rifai meneguk minuman yang telah ia genggam d tangan kanannya.
“ekhem..” Deni
berdeham menggoda kedua pasangan yah belum jelas apa hubungan yang mereka
jalani.
“apa? Apa yang
salah?” ujar Putri terkaget dengan dehaman dari Deni dan menatap mata Deni dan
Bella bergantian.
“ehh engga kok
engga.” Balas Deni dengan tertawa kecil yang ia tahan.
Mereka semua memang
selalu seperti ini, selalu ceria dengan candaan dan godaan mereka. Namun mereka
selalu menanggapinya tak serius, hanya sekedar bercanda fikir mereka. Hari demi
hari berlalu, tiba saatnya pertandingan Final Turnamen Futsal, sebelumnya dalam
laga semi final mereka melawan tim yang cukup kuat dan menang tipis 12-11 yang
dimenangkan oleh tim Rajawali dan kini mereka mengadapi WindFokus dari SMA2.
Tim itu memang terkenal sangatlah tangguh. Namu tim Rajawali tak menyerah begitu
saja.
Tim dari Rajawali
masih sama, Gilang, Rifai, Deni, Rohman dan Edi. Dan pemain cadangan sudah
disiapkan dengan matang.
Priiitttt... kick
off babak pertama dimulai, dengan sekedar 2 kali sentuhan Bola melesat dengan
kencang ke arah Rifai, namun dengan sigap Rifai menangkapnya dengan tenang. Di
lemparlah bola ke arah gawang menuju Rohman yang sudah dalam posisi bebas tanpa
kawalan, dengan reflek secepat kilat setelah Rohman mendapati bola dikakinya
dia langsung menendang dan kemudian, terjadilah hal yang menarik, dengan reflek
tinggi sang penjaga gawang telah memblok bola keluar garis pertahanan dan hanya
membuahkan tendangan sudut untuk tim Rajawali. 20 menit babak pertama tak
terjadi gol satu pun, hanya menyisakan sebuah kelelahan bagi masing-masing tim.
“coach, kita harus
mempunyai strategi lain untuk bisa menembus pertahanan Tim lawan.” Gilang sang
kapten berusaha meminta sebuah strategi baru untuk dapat memenangkan
pertandingan ini.
“iya Gilang, kalian
jangan kawatir, bapak akan memikirkan sesuatu strategi untuk pertandingan kali
ini. Kau tenangkan saja pemain lain untuk dapat menguasai emosi mereka, jangan
samapai terperangkap jebakan musuh.” Ujar pelatih tim Rajawali.
“iya coach.” Gilang
kemudian menghampiri para pemain untuk memberi masukan.
Babak kedua telah
di mulai, namun naas di menit ke3 babak kedua pemain Rajawali Edi berusaha
menembak dari jarak yang bagus namun terkena takel terlebih dahulu yang membuat
kakinya cedera dan tak bisa mengikuti pertandingan lagi. Pemain dari WindFokus
mendapat ganjaran berubah kartu kuning. Kini tendangan bebas yang didapatkan
oleh tim Rajawali dan Fili pengganti edi akan mengambil kesempatan ini. Namun
penjaga gawang tampil bagus pada pertandingan kali ini, dia sangat mudah
menangkap Bola yang di lesatkan oleh Fili. Serangan balik dari WindFokus
membuahkan hasil, dengan kerjasama yang apik mereka berhasil mencuri satu gol,
umpan matang dari Lutvi yang kemudian di dapat oleh Firdy dan dia menembak dari
jarak yang tepat namun Rifai berhasil memblok tendangan itu tanpa terduga bola
liar itu di dapatkan oleh Wendy, Rifai masih dalam posisi terjatuh setelah
memblok tendangan Firdy, dengan sigap Wendy menendang bola ke jala gawang
kosong yang tanpa terkawal oleh satupun pemain rajawali. Pertandingan
menyisakan 4 menit dibabak kedua ini, tim Rajawali berusaha membangun serangan,
hasilnya tak sia-sia Fili dengan kepalanya berhasil menyelamatkan tim dari
kekalahan setelah menyundul umpan Rohman dari sudut gawang. Kini skor menjadi
seri 1 lawan 1 dengan sisa waktu kurang lebih 1 menit. Di menit-menit terakhir
hampir saja Rajawali melakukan kesalahan dengan tak menjaga ketat pemain dari
WindFokus namun pada saat terakhir keberuntungan menyertai Tim Rajawali,
tendangan dari Gilang sang kapten sangat keras menuju kearah kiri dari penjaga
gawang, dengan maksud memblok tendangan, defender dari WinFokus ini malah Cuma
membelokan sedikit sehingga menuju
kearah sebaliknya, sang penjaga gawang sudah melompat kearah kiri namun bola
berpindah jalur kekanan dan terjadilah Gol indah dan sekaligus membawa Tim
Rajawali menjuarai Turnamen ini.
Mereka semua
merayakan keberhasilan ini dengan mengadakan acara seadanya di sekolah pada malam
hari, dan hanya boleh di hadiri oleh para pemain saja. Mereka mendapati hadiah
uang dan pialan super besar berwarna emas dan bertuliskan juara 1 Turnamen
super Cup.
••••
Semua berjalan
dengan apa yang mereka harapkan. Rifai dan Deni bermaksud mengajak Putri dan
Bella makan malam dirumah Deni yang cukup terkesan megah, namun kekayaan tak
membuat Deni buta, dia lebih milih berjalan kaki kesekolah bersama sahabatnya
daripada menaiki motor keren yang dibelikan oleh kedua orang tuanya sebagai
hadiah ulang tahunnya.
“Hey sob, gimana
kalo untuk merayakan keberhasilan kita menjuarai turnamen kita ajak Putri dan
Bella untuk makan malam dirumah gue? Gimana?” Deni bermaksud merayakan
keberhasilan mereka dalam menjuarai turnamen untuk makan malam.
“okeh, gue setuju
sob. Elu aja yang atur. Elu telfon Bella gue telfon Putri. Okeh?”
“bisa di atur,
laksanakan.” Tutup Deni dengan nada semangat.
Setelah semua
diatur sedemikian rupa mereka menjemput Putri dan Bella di rumah Bella. Tentu
jika Putri jujur kepada kedua orangtuannya mereka pasti tak akan setuju, Putri
hanya bilang ingin main kerumah Bella untuk mengerjakan tugas. Semua berjalan
santai sampai pada akhirnya tiba dirumah Deni dengan perasaan ceria.
“mari silahkan
masuk.” Deni menawarkan mereka untuk segera masuk ke dalam rumah dan berhubung
cuaca di luar memang sedah banyak angin membuat kulit terasa membeku seketika.
“jadi dalam rangka
apa ini? Aku masih belum terlalu mengerti rencana kalian?”Gumam Putri menatap
Deni dan Rifai secara bergantian, berharap mendapatkan jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan yang melintas dibenaknya.
“well ini hanya
upacara atau ya merayakan keberhasilan kita memenangkan turnamen.” Deni
mengedipkan sebelah matanya kepada Bella dengan genit diselingi tawa kecil yang
ditahan.
“Mari kita santap
hidangan yang ada.” Ujar Deni sembari mengambil makanan yang ada dihadapannya.
Pelayan rumah Deni sudah menyiapkan semuanya, hidangan mewah nan sederhana.
“hey Bella?” suara
Deni berbisik kepada Bella yang duduk disebelahnya dengan anggun.
“iya kenapa?” suara
Bisikan Deni dibalas oleh suara pelan dari Bella.
“kau harus membantu
kami?
“membantu dalam hal
apa?” Bella mengerutkan dahinya penasaran.
“hari ini dan malam
ini Rifai mau nembak Putri, kau bantu mempersiapkan semuanya. Setelah Rifai
sudah nembak Putri tekanlah tombol ini dan lihat kejutannya.”Deni menjelaskan
maksud dan tujuan mereka mengajak makan malam di rumah Deni.
“memang kejutan
apa?” Bella penasaran.
“sudahlah nanti
tekan saja.” Komando dari Deni telah di berikan kepada Bella bermaksud agar
semua berjalan lancar. Makan malam selesai, kini mereka hanya mengobrol hal-hal
ingin mereka bahas. Well inilah saatnya Rifai melaksanakan aksi gemilangnya.
“Put?” Rifai memang
sudah pandai menaklukan hati wanita, namun keseriusan akan berpacaran telah
nampak diwajah Rifai yang mulai memerah.
“iya?” Putri hanya
memandang wajah Rifai dengan penuh percaya diri tinggi. Rifai bangkit dari
tempat duduknya menarik tangan Putri untuk segera ikut bangkit dan tibalah
Rifai menyatakan perasaannya. Rifai Berlutut dihadapan Putri, menggenggam
tangan Putri dengan lembut, Bunga karya dari Rifai sudah ada di tangan kanannya
untuk diberikan kepada Putri, Rifai menatap wajah Putri dengan senyumannya.
“Put, kurasa inilah
saat yang tepat bagiku untuk memulai masa Depanku. Kau tau selama ini kita
memang akrab sebagai sahabat, namun aku tau seharusnya aku tak menodai
persahabatan ini dengan perasaan ku yang menginginkan lebih. Namun aku
sangatlah takut kehilanganmu, aku ingin memilikimu seutuhnya, menjagamu,
menjadi imamu kelak. Mau kan kau menjadi Pacarku?” Rifai mengungkapkan seluruh
perasaanya kepada Putri, menunggu jawaban yang ia harapan, seperti halnya Deni
dan Bella. Deni dan Bella menekan tombol yang ia rencanakan tadi kemudian
muncul dari atas spanduk dengan bertuliskan ‘Putri maukah kau menerimaku
menjadi pacarmu’ Putri hanya tertawa kecil melihatnya, entah hal apa yang
dipikirkan oleh Putri namun jawaban terbaiklah yang ditunggu oleh Rifai. Putri
mengangguk-angguk kecil menandakan bahwa ia menerima Rifai menjadi pasangannya.
Rifai memberikan karangan Bunga indah yang ia rangkai sendiri ditoko Bunga yang
sering ia jumpai ketika berangkat skolah, Rifai berdiri dan memeluk Putri
meluapkan emosi bahagianya. Tak dikira, semua pelayan menyaksikan kejadian tadi
dan bertepuk tangan merayakan keberhasilan itu. Pada malam itu mereka seperti
larut dalam kebahagiaan.
Beberapa bulan
sudah Berlalu, kini mereka telah lulus dengan Nilai yang sempurna. Mereka
merayakan keberhasilan mereka seperti biasa, keliling toko buku, ke tanam,
makan-makan, melakukan apa saja yang menurut mereka senang dan mengasikan.
Putri bermaksud memperkenalkan Rifai kepada kedua orang tuanya malam ini. Kini
Rifai sudah berada di depan rumah Putri, dan Putri sudah menyambutnya di depan
rumah dengan manis, pita biru menggantung indah dikepala mungilnya, rambut yang
dikuncir kuda membuatnya nampak sangat manis pada malam itu. Membuat jantung
Rifai berdegup kencang.
“mari silahkan
masuk.” Putri dengan lembut menuntun lelaki itu menuju ke ruang makan dan sudah
ditunggu oleh mamah dan papah Putri.
“Selamat siang Om,
Tante.” Suara Rifai lembut menyalami kedua orang tua Putri yang sudah menunggu
kehadiran dari Rifai.
“silahkan duduk
nak.” Suara Ibu sophia menghangatkan telinga Rifai yang sedari tadi diselimuti
perasaan gugup. Ibu Sophia memang sangat ramah kepada semua teman dari Putri,
hanya saja ayahnya yang memang galak karena terlalu mengkhawatirkan Putrinya,
terlalu membandingkan antara kaya dan miskin, bukan tanpa alasan, ayahnya
menggunakan alasan itu karna dulu Putri hampir saja diculik oleh seseorang tak
dikenal yang di daerah pegunungan sewaktu kecil. Jadi ayahnya terlalu kawatir
Putri anak keduanya ini terjadi apa-apa jika bermain atau bergaul dengan orang
asing. Mereka semua sudah duduk pada posisinya, siap menyantap makanan yang
sudah disediakan oleh pelayan rumah ini.
“jadi seberapa
besar uang yang ingin kau dapatkan dari Putri?” suara Ayah Putri berubah
menjadi waspada dan menaruh curiga kepada Rifai bahwa Rifai hanya ingin
mendapatkan kekayaannya saja. “iya, kau mendekati Putri ku hanya untuk uang
kan, semua orang miskin memang seperti itu.” Suara Pak Jonathan meninggi.
“maaf om, aku tak
serendah itu, aku masih mempunyai harga diri. Aku mencintai anak Om tulus dari
hati.” Rifai berusaha menenangkap hatinya yang merasa tertindas oleh ucapan
dari Pak Jonathan.
“alah Cinta Cinta,
kau ini mengerti apa tentang cinta.” Ucapan dari ayah Putri sudah tidak bisa
terbendung lagi, cacian makian terlontar jelas dari mulut pak Jonathan.
“maaf om aku tak
serendah itu. Permisi om, Tante, Putri.” Suara Rifai melandai dan mengiringinya
untuk pergi dari tempat mengejamkan itu.
“ayah!!.” Suara
Putri menegaskan kepada ayahnya. Lalu Putri mengejar Rifai hingga sampai di
gerbang depan.
“Fai, maafkan
ayahku sudah berlaku kasar padamu. Aku tak bermaksud menghinamu dengan
mengajakmu kesini. Aku minta maaf, ini semua salahku.” Suara Putri terisak dan
tersedu-sedu membuat hati Rifai berubah pikiran, bahwa semua itu bukan rencana
jahat dari Putri, Rifai sudah mengenal betul sifat dari Pacarnya itu. Putri
adalah anak yang baik dan cerdas tak mungkin mempunyai fikiran jahat.
“aku mengerti Put.
Aku ini lelaki, aku kuat jika harus berhadapan dengan ayah mu lagi. Aku tulus
Cinta kepadamu, akan aku hadapi apapun rintangannya. Hujan maupun badai sekali
pun yang menghalangi akan aku terjang.” Rifai berusaha menyakinkan Putri bahwa
ia tidak apa-apa setelah dicaci maki oleh Ayah Putri. “namun sepertinya ini
bukanlah saat yang tepat Put. Aku harus pergi.”
“Maafkan aku yah.”
Suara putri masih terisak.
“sudahlah sayang,
aku tidak apa-apa. Aku mengerti.” Rifai yang memang tegar mengusap airmata yang
mengalir di pipi Putri dengan lembut, di kecupnya Dahi putri lalu berpamitan
pergi.
Malam itu Putri
mengurung diri dikamarnya, pintu dikuncinya dari dalam, pelayan mencoba
membujuknya untuk makan karena pada malam itu putri tak makan sama sekali
karena kejadian itu. Rifai yang di kenal Putri adalah seorang yang tangguh dan
berpendirian tinggi pada perinsipnya untuk tetap berjuang atas impiannya.
••••
Kini mereka telah
lulus dari sekolah, semua masih sama. Deni dan Bella masih sering bertemu entah
itu dimana hanya mereka yang tau. Disuatu malam, di temani guntur yang
menggelegar dengan hebatnya, lagi, lagi dan lagi. Rifai merasa gelisah,
perasaan yang menyelimutinya ini tak seperti biasa, foto berlapis kaca yang
terpampang di dinding kamar Rifai pecah secara tiba-tiba dengan diikuti suara
guntur. Rifai memang tidak percaya akan suatu pertanda seperti ini, namun
pikirannya berubah tertuju pada sang Putri.
“semoga ini
hanyalah perasaanku saja.” Gumam Rifai menatap kaca foto yang retak itu.
Esok harinya dia
menanyakan kabar Putri kepada Bella, entah kenapa Rifai tak bertanya langsung
saja kepada Putri atau Menghubungi putri lewat telfon. Namun yang jelas ia lega
karena bela tidak kenapa-kenapa. Suara telfon Rifai berbunyi dengan tiba-tiba,
Rifai tersenyum ke arah Deni dan Bella secara bergantian. Ternyata itu dari
sang Putri.
“Putri.” Dia masih
tersenyum dan mengangkat telfon itu.
“angkat sob.” Ujar
Deni membalas senyuman Rifai. Bella hanya ikut tersenyum setelahnya.
“Fai, bisa kamu
kerumahku sekarang juga?” ucap Putri diseberang sana.
“tentu, aku akan
kesana. Akupun sekarang sudah ada d sini, aku sedang di rumah Bella bersama
Deni.”
“baguslah.”
Setelahnya Putri hanya menutup telfon itu tanpa pamit ataupun salam manis lain.
Rifai kini sudah
berada didepan rumah Putri dan Putripun sudah menunggu Rifai dengan anggun di
balik pintu Gerbang, menuntunya masuk kedalam rumah. Ibu dan Ayah putri sudah
menunggunya di kursi depan rumah Putri.
“baguslah kau sudah
datang bocah! Putri akan menjelaskan semuanya. Ayah dan Ibu akan menunggu di
dalam Angel. Dan setelah itu kau pergi.” Suara dari ayah Putri meninggi seperti ancaman, seperti rudal yang siap
memporak porandakan sebuah gedung tinggi. “ayah tunggu didalam angel.”
“Sebelumnya aku
minta maaf yah Sayang, mungkin sekarang terakhir kalinya kita ketemu.” Rifai
masih terdiam tak mengerti. Suara Putri terisak didepannya Rifai yang berusaha
menahan kesedihan dari raut wajah Putri.
“apa maksudmu?”
suara Rifai mulai meninggi.
“aku.. aku..” Putri
tak bisa mengontrol emosinya, air mata mulai mengaliri pipi Putri.
“aku apa? Jika kau
seperti ini aku tak bisa mengerti.” Rifai mulai berfikir hal-hal yang mungkin
terjadi hingga emosi seketika keluar perlahan. Namun Rifai sangatlah mencintai
Putri, dia tidak akan memarahi atau memaki pacarnya itu. “sudahlah sayang,
ucapkan saja kepadaku, aku akan menerima semua apa yang kamu katakan.”
“aku.. aku akan
pergi ke korea untuk melanjutkan kuliah disana.” Suara putri masih terisak.
“lalu apa
masalahnya? Kita kan masih bisa berhubungan, benarkan? Aku akan selalu setia
menunggumu disini. Pasti.” Rifai mencoba menguatkan Putri yang bahunya sudah mulai
berguncang karena menangis.
“tidak sayang, kita
tidak bisa berhubungan lagi.” Rifai terkaget mendengar itu semua. “aku sudah
dijodohkan oleh papaku, aku akan dijodohkan dengan anak teman papaku disana.
Aku tak bisa menolaknya. Papaku terlalu keras kepala untuk keinginannya.”
“biarkan aku yang
berbicara kepada ayahmu agar merubah pikirannya.” Rifai ingin melangkah pergi
menuju ayah Putri, namun sekejap Putri menarik tangan Rifai dan memeluknya
erat. “Rifai, aku mencintaimu. Aku sangatlah mencintaimu. Maafkan aku kita tak
bisa bersama lagi. Papaku menginginkan kita putus hubungan. Hubungan kita sudah
cukup sampai disini. Selamat tinggal.” Putri mencium pipi dan bibir Rifai
sebelum melangkah pergi, dan mungkin itu adalah ciuman terakhirnya. Putri pergi
masuk kedalam rumahnya. “Pergilah.” Ucap Putri kepada Rifai untuk yang terakhir
kalinya. Rifai memandang wajah kekasihnya yang penuh dengan kesedihan, matanya
berkaca-kaca ikut larut dalam kesedihan yang amat sangat mendalam. Rifai hanya
memandangi punggung kekasihnya itu yang melangkah pergi tanpa bisa mengucapkan
sepatah katapun, hingga dia lenyap di balik pintu.
Putri berangkat
malam ini juga menuju bandara terdekat. Rifai berusaha menghubungi Putri lewat
telfon namun tidak pernah aktif setelah dia melangkah pergi menjauh dari rumah
Kekasihnya. Raut wajah kesedihan adalah wajah terakhir yang ia ingat. Rifai
berinisiatif mengikuti mobil Putri dari belakang bersama Deni dengan motornya.
Menuju bandara mengikuti mobil Putri namun tanpa sepengetahuan Putri. Sepanjang
perjalanan Putri selalu teringat kepada Rifai, benda pemberian Rifai sebuah
Boneka ungun wangi strobery menjadi teman terakhirnya sekaligus kenangan dari
Rifai. Tiba akhirnya Putri masuk kedalam pesawat yang akan ia naiki menuju
korea bersama kedua orang tuanya.
“selamat Tinggal
Rifai, selamat tinggal Sayang, selamat tinggal My King.” Ucapan terakhir Putri
yang maksud ditunjukan untuk Rifai, namun Putri hanya menatap kelangit berharap
langit menyampaikan perasaan Cintanya kepada Rifai. “Selamat tinggal Putri,
selamat tinggal sayang, selamat tinggal My Queen.” Rifai pun mengucapkan hal
yang sama kepada Rifai seperti langit yang mendengar doa dari Putri lalu
menyampaikannya dengan baik kepada pangerannya. Rifai tertunduk setelahnya, dia
hanya melihat sebuah pesawat yang lepas landas, pesawat itu lah yang memisahkan
Putri dengan Rifai. “Setidaknya dia sudah Bahagia disana, Bahagia walau bukan
denganku.” Rifai tersenyum sedih menatap pesawat yang menjauh pergi dengan mata
yang berkaca-kaca.
••••
Benak Rifai
langsung menghangat ketika membayangkan Putri. Dia sudah merindukan Putri
ketika mengingat Putri tak akan pernah kembali. Tetapi memang seperti ini lah
pasangan sehat. Saling merindukan. Namun rindu yang Rifai rasakan berbeda, ia
merasa rindunya tak akan pernah terbalas. Rifai tak bisa membuka hati untuk
orang lain, dia masih menyimpan rasa ini untuk Putri. Dia berharap Putri akan
kembali dan memeluknya erat, walau dia tahu mungkin ketika Putri kembali ke
indonesia sudah pasti dengan calon suaminya.
“sob ayok, kita
berangkat?” Deni mengagetkan Rifai yang sedang melamun di sudut kampus
tempatnya menempuh pendidikan bersama Deni. Rifai dan Deni kuliah di satu
universitas yang sama, seluruh biaya perkuliahan Rifai di tanggung semua oleh
keluarga Deni, mengingat Rifai selama ini telah berubah menjadi lebih cerdas
dan selama ini keluarga Deni adalah saudara jauh Dari keluarga Rifai.
“lah elu pikun atau
pura-pura pikun sih? Jelas-jelas sepatu udah lu pake, rompi buat latihan udah
rapi elo pake! Sekarang kan jadwal Futsal.” Deni mengingatkan kesal.
“oh iya, sorry
sorry. Ayok berangkat.” Suara Rifai mulai tegas dan terdengar jelas semangat
yang nampak walau sebelumnya ia sedang memikirkan sesuatu hal yang membuatnya
sedih.
Kini Rifai menyibukkan
diri dengan hal-hal yang membuatnya lupa akan masalalunya. Apakah bisa? Tentu
tidak, dia masih selalu teringat dengannya. Dengan Putri.
Ingatan menyakitkan
itu masih terasa menyakitkan baginya, ketika dia dan kekasihnya harus
dipisahkan secara paksa oleh sebuah perjodohan. Melihat dengan mata kepalanya
sendiri dia melangkah pergi meninggalkannya, namun semua itu bukan karna
kehendak kekasihnya, Putri. Melainkan karena perjodohan yang dibuat oleh
ayahnya.
Malam itu juga
Rifai melangkah sendirian menuju Taman di mana mereka dulu bisa bercanda
bersama dengan sahabat-sahabatnya. Mengingat hal-hal indah bersama, walau ia
tahu ia tak akan bisa memutar waktu untuk kembali. Rifai membayangkan Putri
sedang duduk di sampingnya, menatap matanya penuh cinta sampai tersenyum-senyum
sendiri tak memperdulikan orang lain yang menatap dan menganggapnya gila karena
tersenyum sendiri.
Satu tahun berlalu,
Rifai masih tetap tidak bisa membuka hatinya untuk wanita lain walau ia
mempunyai banyak teman wanita cantik di kampusnya. Dan Rifai mendapati kabar
yang cukup ia inginkan selama ini, bahwa sang Putri telah kembali ke Indonesia.
Rifai mendapatkan kabar ini dari Bella sahabat Putri, dan hari ini Putri dan
Bella akan berkunjung ke toko buku tempat dimana mereka selalu menyempatkan
untuk datang kesini. Rifai yang mendapati kabar itu secara diam-diam mengikuti
mereka dari kejauhan, ia menatap sang Putri dengan seksama dibalik rak buku
yang ia jadikan sebagai benteng persembunyian dari Putri agar ia tak tahu bahwa
Rifai mengikutinya.
“dia masih cantik,
masih sama seperti dulu, model ikatan rambut belakangnya masih sama seperti
dulu. Dan lebih tinggi.” Rifai tersenyum melihat Putri yang ia rindukan selama
ini. “andaikan ia tahu perasaanku masih sama. Aku tak akan ragu memintanya
untuk kembali.” Gumamnya dalam hati.
Rifai terus menerus
memperhatikan Putri dari kejauhan. Hingga putri hampir saja merasakan
kehadirannya.
“kenapa kamu Put?”
Bella menanyakan sesuatu kepada Putri karena Putri sempat menoleh ke belakang
dengan curiga. Putri merasakan seperti diawasi, namun memang benar, Rifailah
yang mengamatinya sedari tadi, namun Putri tak mengetahuinnya.
“hmm engga, ini kok
aku rasa kaya ada yang mengawasi yah?” gumam putri.
“engga ada
siapa-siapa kok yang mencurigakan. Hanya pengunjung lain yang ada dan itupun
mereka sedang sibuk dengan buku-buku ditangannya.” Ujar Bella seraya mencoba
membuat Putri lebih tenang.”
“Bella?” Putri
menoleh kearah Bella dengan raut wajah yang kebingungan.
“Iya Put ada apa?”
“kamu temenin aku
yah kerumah Rifai sekarang?” tiba-tiba Putri memintanya untuk menemani Putri,
entah apa yang ingin ia katakan. Dari kejauhan Rifai tak mendengar apapun yang
mereka bicarakan. Ingin mendekat namun itu hal bodoh, ia bisa ketahuan dari
persembunyiannya.
“maaf Put, aku
engga tahu rumah Rifai, dia pindah rumah setelah beberapa hari setelah lulus.
Dan hanya Deni yang tahu, aku mencoba menanyakannya namun Deni tak
memberitahuku.” Bella menjelaskan sesuatu tentang Rifai yang sudah lama pindah
rumah, entah karna hal apa.
“kenapa?” tanya Putri
singkat.
“entahlah. Deni tak
pernah mengijinkanku menanyakan tentang hal itu, karena Rifai juga melarang
Deni membicarakan hal itu.”
Sementara itu Putri
kebingungan akan apa yang harus ia lakukan setelah ini. Ia berniat untuk
menemui Rifai sedari tiba di Indonesia. Kemudian munculan ide dari benak sang Putri.
“ayok ikut aku Bell.” Ujar Putri sembari menarik tangan Bella.
“ayok ikut aku Bell.” Ujar Putri sembari menarik tangan Bella.
“kemana Put?” Bella
kebingungan dengan tarikan Putri yang mendadak ini.
“kita pulang ke
rumah kamu Bell. Dan ajak Deni juga untuk main kerumah.”
“tapiii...”
“udah lakukan saja.
Okeh.” Putri mengedipkan sebelah matanya menandakan idenya akan berjalan
sekarang juga.
“lalu ini ada apa?
Kok tiba-tiba aku suruh kesini cepet-cepet?” Deni penasaran dan menatap Putri
dan Bella bergantian berharap ada yang menjelaskan semua ini. “hay Bella.” Deni
mengedipkan sebelah matanya genit ke arah Bella.” Bella hanya tersenyum ke arah
Deni membalas kedipan mata yang barusan.
“Hey serius.” Putri
berubah serius, matanya sedikit melotot ke arah Deni.
“hah.. kenapa dia?”
Deni berbisik kepada Bella.
“inilah yang akan
kita lakukan, aku harap kau mau membantuku Deni, mempertemukan ku kembali
dengan Rifai. Aku harap kau mau membantu.” Pinta Putri kepada Deni. Lalu Putri
menjelaskan semuanya kepada Deni.
“tapi kamu yang
bertanggung jawab yah jika Rifai marah.”
“aku akan menerima
segala kemungkinan yang terjadi.”
Setelah semua sudah
direncanakan sedemikian rupa, dimulailah aksi cantik ala-ala Sinetron. Deni
mengajak Rifai ke sebuah taman yang berbeda, bukan tempat dimana dulu mereka
Bertemu. Deni mengendarai Mobil bersama Rifai dan Rifai matanya tertutup oleh
kain yang membuatnya tak bisa melihat sekeliling.
“Hey Deni, apa yang
kamu lakukan, kenapa mataku harus tertutup seperti ini” Dalam perjalanan Rifai
terus mempertanyakan perbuatan Deni ini berharap jawaban jelas akan
kegilaannya.
“sudahlah aku
sedang berkendara ini, kau jangan terus menerus bertanya. Nanti juga kau akan
tahu sendiri.”
“jika yang kudahapi
hal yang tak menyenangkan kau akan ku hajar Den.”
“ah ancamanmu ini
tak berlaku, malah kau akan berterima kasih kepadaku.”
“Berterima kasih?”
“Iya berterima
kasih.”
“baiklah terserah
apa yang ingin kau lakukan.”
Perjalanan hampir
sampai pada akhir. Putri dan Bella telah siap dengan apa yang mereka
rencanakan. Mereka menunggu disebuah taman yang sepi pada jam-jam sekarang ini.
“yap kita sudah
sampai.” Deni mengingatkan.
“lalu kita ada
dimana?” tanya Rifai.
“ayo mari ku antar
kau kepada tujuan sebenarnya.”
Deni mengantar
Rifai menuju dekat danau, disana segala sesuatunya sudah disiapkan. Sampai pada
akhirnya sampailah mereka. Rifai di perbolehkan membuka mata secara perlahan, dan
terdapat sosok seorang wanita yang terlihat samar-samar ketika Rifai mencoba membuka
mata, matanya belum bisa melihat dengan benar karena efek dari matanya yang
tertutup lama, dan alangkah terkejutnya ia melihat sang Putri yang selama ini
ia harapkan Untuk kembali. Secara Refleks Rifai memeluk erat sang tuan Putri
dihadapan Deni dan Bella, air mata sempat mengalir dari mata Rifai karena
kebahagiaan yang ia rasakan.
“eh maaf Put. Aku
engga sengaja.” Rifai kikuk tak bisa mengontrol dirinya sendiri di hadapan
Putri.
“kau ini, setiap
memelukku selalu tidak sengaja.” Putri tersenyum manis. “aku Pulang my King.
Aku pulang.”
“kenapa kau ada
disini? Cepatlah pulang nanti ayahmu bisa marah melihat kau denganku disini dan
calon suami juga pasti akan marah
besar.”
“kau ini bicara
apa? Hargailah aku sedikit.” Putri tersenyum. “Aku pulang karena ayahku
menyuruhku untuk menemui mu.”
“apa? Apa kau tak
salah bicara Put? Kau pasti bercanda.” Rifai terkaget dan tak percaya dengan
apa yang ia dengar barusan.
“aku serius. Kini
ayahku sadar akan keegoisannya. Dia memberikanku pilihan untuk hidup. Dan aku memilihmu
untuk menemani hidupku.”
“lalu bagaimana
dengan acara perjodohanmu?” Rifai masih bertanya-tanya apa yang ia hadapi
sekarang.
“ah lelaki itu? Dia
bukan orang yang baik. Dia ku pergok berselingkuh satu hari sebelum acara
Tunangan. Dan aku memergokinya bersama ayahku. Jadi ayahku tahu akan semua ini,
ketika aku dan ayahku sedang
berjalan-jalan dengan ayahku, kami melihatnya bersama wanita lain, ayahku
berubah fikiran dan ayahku mengijinkanku untuk kembali ke indonesia. Dan
kembali bersamamu.”
“kau serius?” Rifai
masih tak percaya ia menghadapi situasi bahagia seperti ini, mendengar hal yang
ia dambakan selama hidupnya.
“aku tak pernah
seserius ini.” Putri melemparkan sebuah senyuman manisnya yang selama ini tak
pernah Rifai lihat.
“kalau begitu
maukah kau kembali kepadaku my Queen, mau kah kau menjadi istriku? Menjadi ibu
dari anak-anakku?”
“aku sangatlah
sangat ingin menjadi pendamping hidupmu untuk selamanya. Namun kau juga harus
meminta restu dari kedua orang tuaku.”
“tentu.” Rifai
tersenyum. Semua hal yang ia dambakan kini menjadi kenyataan. Mimpi yang
sebelumnya hanyalah bungan tidur, kini menjadi fakta adanya, nyata di
hadapannya. Kebahagiaan yang selama ini tertunda kini sudah berada di
genggamannya. Didapatkannya.
••••
“siska, ini buku
yang kemarin aku pinjem. Makasih ya udah mau minjemin.” Putri mengembalikan
buku yang ia pinjam dari temen semasa masih sekolah dulu, buku yang menurutnya
bagus dan menginspirasi, sebuah Novel dan beberapa buku motivasi.
“okeh, sama-sama.” Balas Siska temen Putri. Setelahnya Putri kembali menghilang entah kemana. Rifai mencoba mengunjungi rumah Putri namun yang ia dapat hanyalah rumah kosong, menurut satpam yang menjaga rumah itu, rumah itu baru saja di tinggal pemiliknya. Dan Putri tak pernah bercerita apapun jika sudah pindah rumah.
“okeh, sama-sama.” Balas Siska temen Putri. Setelahnya Putri kembali menghilang entah kemana. Rifai mencoba mengunjungi rumah Putri namun yang ia dapat hanyalah rumah kosong, menurut satpam yang menjaga rumah itu, rumah itu baru saja di tinggal pemiliknya. Dan Putri tak pernah bercerita apapun jika sudah pindah rumah.
Di sisi lain Rifai
bingung akan kelakuan Putri hari-hari ini, dia tidak seperti dulu yang selalu
ngasih kabar. Kini dia menghilang entah kemana, kontak di hp sudah tidak aktif
lagi. Rifai berkunjung ke rumah Bella dan di situ ada Bella dan Deni.
“eh Bell kebetulan
banget, Putri kemana sih udah lama banget dia engga pernah ngehubungin aku
ngabarin aku dan semua kontak engga bisa di hubungin, semua nonaktif.”
“aku juga engga tau
Rifai.” Bella berusaha menutupi sesuatu, namun raut wajahnya nampak serius akan
hal yang benar-benar tidak di ketahuinya. “orang aku juga engga ketemu-ketemu sama
dia.”
“ahh boong kamu,
engga mungkin kamu engga tau.” Rifai mengacungkan jari telunjuknya kearah Bella
berusaha mengorek apa yang ia inginkan tentang kabar dari Putri.
“lah beneran, dia
juga engga ngabar-ngabarin aku, ini buktinya aku sms engga di bales ama dia.” Bella
membuka hanphonenya untuk menunjukan bukti bahwa ia tidak tahu apa apa.
“udah ah, aku mau
jalan nih sama kesayangan Deni.” Deni berdiri sambil menggandeng tangan Bella
yang ingin pergi jalan-jalan. Tiba-tiba telfon berdering menandakan ada sebuah
panggilan masuk dan ternyata itu dari Putri, Rifai pun mengangkatnya dengan
gembira mendapati Putri yang ia rindukan menelfon.
“Hallo Putri eh
kamu kemana aja..” belum sempat Rifai ngomong sesuatu hal sampai tuntas Putri
memotong pembicaraan Rifai.
“sorry Rifai selama
ini aku engga ngasih kabar karena ada pekerjaan yang engga bisa aku tinggal.”
Putri menjelaskan hal yang selama ini menghilang entah kemana.
“Besok kan kamu
ulang tahun nanti kita ketemuan yah di rumah Bella.” Balas Rifai dengan gembira.
“okey.” Putri
singkat.
Rifai sangat senang
pada saat itu. Dia membiarkan Deni dan Bella berjalan-jalan berduaan, dan Rifai
hanya menunggu di rumah Bella.
Di hari ulang tahun
Putri, Rifai mencoba membuat kue ulang tahun sendiri, kini dia bisa membuat kue
ulang tahun sendirian setelah belajar dari internet dan mamahnya. Kriiiingg...
telfon berbunyi Putri menelfon kembali untuk yang kesekian kalinya.
“hey Putri aku
senang kamu menelfon, sekarang aku sudah bisa buat kue sendiri loh, ini untuk
ulang tahun nanti malem yang akan kita rayain di rumah Bella. Selamat ulang
tahun yah..” Ujar Rifai masih dengan kegembiraan yang melekat pada dirinya.
“Rifai?” Putri
memanggil nama kekasihnya dari seberang sana.
“iyah?” Rifai
menjawab dengan tersenyum.
“aku sudah
tunangan, papaku sudah memilihkan orang yang tepat buat aku, dia anak dari
client papa aku, papaku berubah pikiran lagi. Dia akan tetap menikahkan aku
dengannya. Kini tunanganku sudah ada di samping aku. Dia menyangka kita
mempunyai hubungan yang istimewa. Tolong bilang kalo kita Cuma sebatas teman
Fai, engga pernah lebih dari itu. Rifai, tolong?”
“Kita Cuma temen,
dan tak lebih dari itu.” Semua telah terucap. Rifai tak kuat lagi menahan air
mata yang akan keluar. Walau dia lelaki sejati namun ia juga masih punya
perasaan, dan kini perasaannya tercabik-cabik tak bersisa barang sedikitpun.
Handphone yang di genggamnya jatuh tak kuasa lagi tangannya menggenggam erat.
“thanks.” Singkat
Putri. Dan menutup telfonnya.
Rifai mencoba
menghubungi Putri kembali, namun yang ia dapati hanya suara dari operator
telfon yang menandakan nomor Putri sudah tidak aktif lagi. Rifai meluapkan
emosi itu di depan handphone yang ia pegang secara membabibuta.
“Putri, Putri kamu
tau kan kalau aku ini sangat mencintaimu, aku sangatlah mencintaimu. Dan kamu
pun pernah bilang kalau kamu juga mempunyai perasaan yang sama. Aku sedang
merasakan bahagia sekarang karena akan bertemu denganmu di hari ulang tahunmu
ini. Apa kamu engga bisa bilang di hari lain!?!?” suara Rifai terisak. “dan
satu lagi, kenapa harus ngomong di depan dia sih? Kenapa? Kenapa?” suara Rifai
meninggi, dia terus marah-marah sendiri di dapur. Tak ada yang mendengar.
Sejak saat itu,
Rifai hanya melamun dan melamun di kamar seharian. Orang tua Rifai mengira
bahwa Rifai baik-baik saja karena Rifai mampu menyembunyikan rasa sakitnya
dengan baik. Namun tidak dengan sahabatnya ini. Deni. Deni main kerumah Rifai
yang kini ia sudah tahu dari dulu. Rifai hanya terduduk melamun di atas kasur
empuknya.
“ya ampun sob, elu
kaga tidur semaleman?” Deni menanyakan dengan kawatir. Rifai hanya mengeleng
pelan.
“sob, elu tuh bisa
mati kalo gini terus?” Deni mengingatkan.
“gue engga ngerti
salah gue ini apa.” Rifai masih setia dengan lamunannya. Seperti orang yang
sedang kebingungan.
“elo tuh engga
salah sob, hanya Putri nya aja yang salah.”
“gue engga nyangka
dia bisa sejahat itu sama gue, ninggalin gue, kaga biasanya dia langsung nyerah
kaya gini atas perjodohan ayahnya.”
“ya kadang-kadang
sih emang elonya juga yang terlalu baik. Okeh sekarang elo harus ikut gue
sekarang juga, kita keluar dari kamar ini dan dugem gimana? Atau nongkrong?
Atau yah berburu buku? Atau kita makan yuk, seharian elo di sini mulu.” Rifai
hanya membalasnya dengan menggerakan kepalanya pelan ke kanan dan ke kiri.
“Den, gue tahu apa
yang harus gue lakuin, kita harus ke tempat Putri. Paksa Bella untuk kasih tahu
Putri tinggal sekarang, kalau dia engga mau kita tanya sama temen Putri yang
lainnya. Gue mau liat tunangannya kaya apa” Rifai tiba-tiba sadar dari
lamunannya. Dan Bella tidak mengatakan di mana Putri sekarang, namun Rifai kini
mengetahui dari teman lainnya.
“ah elu becanda
kan, gila lu sob. Elu pasti tau segala resikonya kalau kita kesana sob.”
Kini Rifai dan Deni
sudah berada di depan rumah Putri, mereka menekan tombol bel yang sudah ada di
samping pintu yang masih tertutup rapat itu.
“eh sob, inget yah,
jaga sikap elo, jaga emosi elo, jangan sampe elo bikin keributan disini.” Deni
mengingatkan Rifai untuk tetap tenang andai
saja ada hal yang membuat emosi Rifai meledak. Pintu terbuka dan mendapati
Bella yang keluar dari pintu itu.
“eh sayang kok kamu
ada di sini?” Deni terkaget karena pacarnya ada di rumah Putri. Bella hanya
diam saja tak menjawab apa-apa. Lalu Bella membuka mulutnya.
“eh Rifai, Deni
sayang, kok kalian bisa ada di sini.”
“gue mau ketemu
sama Putri, gue mau kenalan sama tunangannya.” Ujar Rifai.
“Putri engga ada
disini Rifai, namun lebih baik kalian pergi dari sini. Maaf yah.”
“okeh, gue bakal
pergi dengan senang hati, gue disini Cuma mau ngasih selamat kepada mereka.
Udah itu aja.” Rifai merasakan hal yang menyakitkan merasuki hatinya.
“lupain Putri yah
Fai, dia udah punya jalan hidupnya sendiri, dan harusnya kamu juga gitu. Maaf
sebelumnya.”
“ayo kita balik
Den.” Rifai hanya melangkah pergi, mengikuti kakinya melangkah.
“iya.” Deni
mengikuti Rifai dari belakang kemudian menoleh ke arah Bella. “aku balik dulu
yah sayang.” Deni mengedipkan sebelah matanya.
Kini mereka telah
pulang dari rumah Putri. Rifai menjauh dari kehidupan lama, dan mencoba membuka
lembaran baru, iya, masih mencoba membuka lembaran baru. Disisi lain Putri dan
Bella masih menjadi sahabat.
“gimana dia
sekarang?” Putri menanyakan hal tentang Rifai yang sebelumnya datang kerumah
itu.
“dia sepertinya
sedih Put, mungkin dia marah besar kepada kamu Put.”
“tidak apa-apa,
mungkin lebih baik dia seperti ini.”
Satu bulan berlalu.
Kini Rifai sudah hampir bisa melupakan Putri yang dulu menjadi kekasihnya.
Namun di lain hal, Putri masih sering sms mengucapkan selamat malam, menanyakan
kabar, mengingatkan makan. Namun Rifai tak meladeninya sama sekali. Rifai hanya
kesal pada Putri saat itu, tidak dengan Bella, saat mencoba menemui Putri di
rumahnya dan yang keluar adalah Bella.
Rifai kini sudah
bisa ceria, melupakan segala kesakitan yang ada dan Kembali bermain di rumah
Bella bersama Deni. Ketika Rifai sedang bermain di rumah Bella bersama Deni,
rifai tak sengaja mengirim sebuah pesan singkat kepada Putri, namun sungguh di
luar dugaan kenapa hp Bella yang berbunyi, Rifai penasaran dan mencoba menelfon
nomor Putri, sungguh hal yang tak terduga bahwa yang selama ini mengontak Rifai
adalah Bella yang disuruh oleh Putri.
“apa?” Rifai
terkaget mendengar penjelasan Bella.
“iya, selama ini
dia merahasiakan penyakitnya dari kita semua. Gue juga baru di kasih tahu baru
baru ini. Iya sebenarnya dia itu engga di jodohkan dengan siapapun. Dia hanya
berusaha menghidar dari kamu karena penyakitnya itu. Takut mengecewakanmu lebih
dalam lagi, jadi dia berpura-pura dijodohkan”
“jadi dia sebenernya
engga tunangan dan di jodohkan?”
“iya, kalau pun
Putri tunangan juga sudah pasti dia hanya ingin denganmu, menikah denganmu.
Putri sudah tidak sanggup lagi untuk menghubungi kamu langsung, dan Putri juga
yang menyuruh aku untuk seperti ini.” Bella menjelaskan semua apa yang
sebenarnya terjadi.
Dan kini Putri
sedang berada di rumah sakit, dirawat agar sembuh. Rifai mencoba untuk membujuk
Bella supaya mau mengantarkan Rifai ke rumah sakit tempat Putri dirawat. Dalam
perjalanan, Rifai hanya termenung bertanya-tanya dalam pikirannya akan keadaan
Putri. Deni yang mengendarai mobil kali ini, dan Bella hanya menunjukan arah harus
kemana dia berbelok.
“Putri?” Rifai telah
sampai di mana Putri yang sedang terbaring lemah. Dia langsung menghampiri
Putri dan memeluknya. “kamu engga akan mungkin bisa menghapus semua tentangmu
di pikiran ku dengan cara seperti ini, sampai kapan pun tak akan bisa, tak akan
pernah bisa. Aku masih selalu teringat tentangmu.” Rifai mulai meneteskan air
mata, dia menangis karena dapat melihat kenyataan yang sebenarnya bahwa Putri
masih mencintai Rifai seperti dulu hingga sekarang. “aku akan memberikan
kenangan terindah untukmu Put, dan kau tidak akan pernah bisa melarangku untuk
memperindah hidupmu.”
“aku takut kamu
akan kecewa melihatku dengan penyakit yang bisa membuatku mati kapanpun.” Putri
menjelaskan.
“aku tak pernah
kecewa akan apapun di dalam diri kamu Put, tak akan. Tak akan ada yang kecewa,
tak akan ada yang terluka, tak akan ada yang sakit jika itu didasari oleh rasa
Cinta yang besar Put.” Rifai selalu bisa membuat dirinya berguna di saat-saat
terkahir yang Putri miliki. “kamu mau kan jadi pacarku lagi?” Rifai menanyakan
hal ini agar bisa kembali seperti dulu. Putri mengangguk-anggukan kepalanya
menandakan bahwa ia setuju. Dan kini mereka kembali bersatu lagi.
Kini tiba saatnya
Wisuda, hasil yang ia dapatkan, yang ia
raih selama menjadi mahasiswa. Rifai lulus dengan nilai baik dan Deni pun tak
kalah akan nilai Rifai. Selama berminggu minggu Rifai selalu menemani Putri di
rumah sakit, selalu membawakan buku Novel kesukaan putri dan membacakannya
untuk Putri. Rifai kini sudah mendapat pekerjaan, dia menjadi manager di sebuah
perusahaan besar dikotanya. Setiap waktu luang ia gunakan untuk menemani Putri
di rumah sakit, membawakan makanan, membawa buku-buku Novel terbaru atau apa
saja yang Putri sukai. Detik-detik yang indah mereka lalui bersama, Putri
menggunakan kursi rodanya untuk berjalan-jalan bersama Rifai, ketaman, atau berbelanja
buku seperti biasanya.
Rifai sedang berada
diruang kerjanya. Menandatangani beberapa dokumen penting untuk meeting. Hingga
telfon berbunyi, ia mendapati kabar dari sahabatnya Deni dan Bella yang
menyuruhnya untuk segera kerumah sakit.
Ketika sampai
disana, Rifai berlari sepanjang lorong rumah sakit menuju tempat kamar Putri di
rawat, dia terdiam di depan pintu kamar Putri, membuka pintu secara perlahan,
dan mendapati seluruh orang yang ada di dalam kamar itu dalam raut wajah yang
sedih dan air mata mengucur deras.
“yang sabar Yah
sob.” Deni menepuk pundak Rifai menguatkannya untuk tetap tabah.
Rifai berjalan
pelan menuju tempat Putri berbaring dan mendapati Putri yang sudah menutup
matanya terbujur kaku. Kanker yang ia alami kini telah mengambil nyawa Putri
sang kekasih Rifai. Rifai menggenggam tangan Putri dengan erat.
“Putri, bangun
Putri, Bangun.” Suara Rifai terisak dan tersedu-sedu melihat kekasihnya sudah
tak ada lagi di dunia ini. Lalu Rifai memeluknya dengan erat, pelukan terakhir
untuk sang Putri.
“selamat tinggal
sayang.” Rifai mencium kening Putri, dan akan menjadi ciuman terakhir untuknya
The End.
You Be Mine
Ingin kau jadi miliku.
Berjalan beriringan dengan langkahmu.
Diri ini ingin jadi pangeranmu, membangunkanmu dari tidur
panjangmu.
Bersama kita temukan arti cinta ini.
Melewati setiap detik Indah bersamamu.
Ingin selamanya ku genggam jemarimu menembus segala ruang
dan Watu.
Kaulah hidupku, cintaku, tulang Rusukku.
16.03
Unknown

0 komentar :
Posting Komentar